Sambil menggerutu kesal kuinjak pedal rem mobil Kijang
butut milik kantorku dalam-dalam. Ingin rasanya aku turun dan
menggaplok kepala pengemudi mobil sedan yang baru saja menyalipku itu.
Tapi niat itu aku urungkan. Yang penting urusanku ini cepat selesai.
Brengsek! Emang paling bete kalo harus nyetir di daerah By Pass (Jkt)
jam pulang kantor pada hari Jum’at. Entah darimana dan mau kemana saja
semua mobil-mobil ini datang berjubelan dan menumpuk di jalanan yang
sebenarnya cukup besar ini. Masing-masing pengemudi mau menang dan
cepat sampai sehingga se-enaknya saja salip menyalip tanpa aturan.
Semua itu membuat kemacetan bertambah parah saja.
Kalau tadi bukan Bosku Bp. Suryono yang memanggilku langsung ke
mejanya, tentu tugas ini sudah aku tolak. Apalagi kalau dibayangkan
tugas ini ngga ada hubungannya dengan urusan kantor lagi! Coba
bayangkan, yang kawin dan enak-enakan itu khan anaknya, eh … koq
karyawannya yang diminta ngebantu urusan tetek bengek seperti nyebarin
undangan.
Sebenarnya aku masih cukup
beruntung dapat daerah Sunter dan Kelapa Gading, dan undangan yang
harus disebar cuma 3 buah. Rekan-rekan kerjaku yang lain ada yang dapat
7-8 lembar. Bahkan sebagian ada yang dapat tugas nyebarin undangan di
daerah Bekasi Timur dan Cikarang. Kaciaannn dehhh!!!
Setelah hampir satu jam putar-putar di daerah Sunter, akhirnya tinggal
satu undangan yang harus aku drop di sebuah komplek perumahan di Kelapa
Gading. Sialnya, alamat yang tertera juga tidak jelas, tertulis: Bp.
Jeffrey Sutiono, Komp. Perumahan Gading Permata, Kelapa Gading.
Singkat cerita, sesudah minta arah ke beberapa orang, akhirnya aku
sampai juga ditempat yang dituju. Sekarang tinggal tanya sama pos satpam
di depan komplek:
“Permisi, Pak. Rumahnya pak Jeffrey Sutiono di blok berapa, Pak?”
“Oh…, pak Jepri? (lidah betawi!), Bapak trus aje ampe ketemu simpang
empat kedua terus belok ke kanan. Rumahnye yang ade di blok E nomer 8.”
“Makasih, pak!” sahutku dengan muka yang diramah-ramahkan.
Tidak susah menemukan rumah yang dimaksud.
Kupencet bel rumah itu. Tidak lama kemudian keluarlah seorang gadis
muda. Penampilannya kelihatan agak kusut. Kelihatannya habis bekerja.
“Mungkin pembantunya,” pikirku.
“Permisi, mbak, ini rumahnya pak Jeffrey? Saya mau nganterin undangan buat Bapak.”
“Bener Mas, tapi Bapak lagi mandi, sebentar lagi juga kelar.”
“Oh, kalo gitu saya titipin aja ke Ibu.”
“Ibu ama anak-anak lagi liburan di Bali.”
Gue pikir ngga salah nih? Khan bukan lagi liburan sekolahan!
Belum apa-apa, pintu sudah dibuka dan aku dipersilahkan masuk untuk memberikan undangan langsung kepada majikannya.
Begitu aku duduk, langsung ditanya: “Mau minum apa Pak?”
“Oh, ngga usah repot-repot,” tapi haus juga ya, jadinya “terserah apa saja deh, Mbak!”
Tidak lama kemudian, pembantu itu kembali lagi dengan membawakan secangkir the manis panas.
“Makasih, mbak.” Begitu kuhirup sedikit: Gile, puaanaaaasss
buanngggeettttt ! Itu teh, airnya dari air mendidih kali! Bibirku serasa
dower. Berhubung tenggorokan ini sudah haus sekali, pelan-pelan
kuhirup juga teh itu, walaupun tidak dapat kuteguk sepuasnya.
Sambil minum, kuonservasi keadaan disekelilingku. Rumah itu cukup mewah
dengan segala perabotan dan barang-barang seni yang terkesan mahal.
Beberasa lukisan wanita dalam berbagai pose tampak menghiasi dinding.
Lampu di ruangan itu termasuk temaram karena hanya dua lampu meja yang
menyala, sementara lampu utama dimatikan. Mungkin karena sebagian
penghuninya sedang pergi berlibur.
Ngga
lama kemudian, keluarlah seorang lelaki (keturunan chinese) yang
kutaksir usianya sekitar 38-40 tahunan. Kelihatannya agak buru-buru,
sehingga beliau masih bertelanjang dada dan hanya mengenakan handuk
untuk menutupi daerah pinggang ke bawah. Seksee dan ganteng euy!
Tingginya sekitar 172 cm (2-3 cm lebih tinggi dariku) dengan kulitnya
putih bersih. Diperutnya tampak bulu-bulu halus yang tumbuh dan
menghilang dibalik handuknya. Badannya sih cukup tegap dengan bahunya
yang lebar. Walaupun bukan body orang yang suka pergi fitness, tapi
otot-ototnya terlihat kencang. Mungkin tempaan dari olahraga-olahraga
lain seperti tenis atau badminton.
“Malam, Pak (karena kuperhatikan jam di dinding sudah lewat jam tujuh
malam), saya mau nganterin undangan untuk perkawinan anaknya pak
Suryono.” Kataku begitu ia berdiri didepanku. Hmm … bau wangi sabun
langsung tercium dan beberapa butir air masih menetes di ujung rambutnya
yang agak basah.
Dahinya mengkerut, dan agak lama dia terdiam … kemudian :
“Maaf Mas, tapi Pak Suryono yang mana ya?”
Aneh gue pikir, ini yang diundang koq ga kenal sih ama yang ngundang:
“Pak Suryono yang di Grogol, Pak. Dari PT. Buana Niaga ?” jawabku makin bingung.
Tiba-tiba melesat di kepalaku. Jangan-jangan ...
“Maaf, ini dengan Bp. Jeffrey Sutiono, khan?”
Tiba-tiba diapun tersenyum. Dan bilang kepadaku:
“Oh, Bp. Jeffrey Sutiono tinggalnya sekitar dua blok dari sini, di blok G-17, saya Jeffrey Setiawan.”
“Hahhhh …???”
Kurasakan mukaku panas dan merah padam seketika. Dalam hati aku
memaki-maki satpam gebleq di pos depan tadi. Tapi dengan cepat aku bisa
mengendalikan rasa maluku.
“Kalo begitu saya permisi dulu, Pak. Maaf sudah mengganggu.” sahutku siap-siap bangkit dari tempat dudukku untuk mohon diri.
“Oh, ngga apa-apa koq. Minumnya dihabiskan aja dulu.” Katanya langsung duduk menemaniku di ruang tamu itu.
Posisi duduknya pun sedemikian rupa sehingga mempertontonkan bentuk
jendolan yang cukup nyata di balik handuknya itu. Rasanya seperti ada
botol susu bayi yang diselipkan disana. Kurasakan jendolan itu makin
lama makin besar dan memanjang menjadi sebuah gundukan. Siapa sih yang
tahan disuguhi pemandangan seperti itu. Sementara yang “punya”, masih
kelihatan tenang-tenang saja dan senyum-senyum pepsodent.
“Dari mana, Mas?” tanyanya sekedarnya untuk memulai pembicaraan supaya suasana tidak kaku..
“Dari Gatot Subroto, Pak. Saya Budi,” jawabku sambil terus meladeni
acara basa-basi berikutnya. Sekali-kali kuangkat cangkir yang ada dimeja
dan kuhirup tehmanis yang masih panas itu. Sekali-kali sempat juga aku
mencuri pandang ke gundukan diselangkangannya yang tersembunyi di
balik handuknya itu, sambil menebak-nebak seperti apa rupa dan
bentuknya. Otomatis kontolku mulai bangun dan memenuhi celana kantorku
yang agak sempit ini.
Ngga tau setan
apa yang lewat, atau mungkin terlalu asyik menikmati “pemandangan” yang
ada, tiba-tiba aku menghirup kebanyakan tehmanis yang panas itu,
sehingga mulutku dan tenggorokanku langsung kepanasan. Karena kaget
atas situasi ini, akupun menumpahkan sisa tehmanis yang ada dicangkir
ke badanku. Wuih…. Panasnya!
Kebetulan
hari itu aku tidak mengenakan kaos singlet seperti biasanya, maka air
the yang tumpah di dadaku itu langsung membuat bentuk dan warna kedua
putting susuku yang coklat gelap ini tercetak jelas dibalik kemejaku
yang tadinya berwarna putih. Selain itu bentuk dadaku yang bidang ini
juga langsung tercetak jelas.
“Wah,
basah semua nih Mas. Dibuka aja, daripada masuk angin. Saya ada
gantinya koq.” Sahutnya sambil sibuk memberesi sana-sini hasil ulahku
tadi. Karena masih merasa panas, segera kubuka kemejaku ini sehingga
memperlihatkan otot-otot tubuhku yang liat (hasil dari latihan bebanku
selama ini).
Beliau nampak tertegun
sejenak melihat badanku saat aku melepaskan pakaian atasku. Iyalah!
Kalo ngga ngapain aku bela-belain fitnes dan angkat beban paling
sedikit 4 kali seminggu.
“Ayo ikut saya
ke kamar, kita ganti disana aja” katanya sambil menuju pinttu
kamarnya. Jalannya kelihatan aneh karena ia berusaha keras menutupi
gundukan yang makin besar dan keras diselangkangannya itu.
Sesampainya dikamar, pintu langsung dikuncinya. Aku berlagak bego dan bertanya:
“Lho kenapa di kunci, Pak?”
“Lha iya dong, nanti kalo Ning (pembantunya) masuk gimana?” jawabnya sekenanya dengan suara yang sudah tidak begitu jelas.
Dari suaranya, matanya yang dari tadi terus menelanjangi tubuhku dan
desah nafasnya yang makin cepat itu, aku tahu bahwa nafsunya sudah
diubun-ubun dan protes untuk segera dituntaskan. Akupun sendiri dari
tadi sudah horny banget melihat gundukan dibalik handuknya itu yang kian
membesar.
Toh harus ada yang
mengambil initiatif. Dengan yakinnya, aku yang masih bertelanjang dada
segera menghampirinya. Kupegang ikat handuknya didepan pinggangnya itu.
Kutatap wajahnya lekat-lekat. Dia diam saja, tapi hembusan nafasnya
terdengar jelas dan cepat. Sekilas dapat kurasakan tubuhnya agak
gemetar saking nafsunya. Kucium bibirnya. Kumainkan lidahku disana.
Langsung disambut hangat dan disedot-sedotnya lidahku ini.
Kusedot-sedot lehernya juga hingga meninggalkan beberapa spot merah.
Kemudian turun ke dadanya. Kujilati dadanya dan kupermainkan putingnya
yang kelihatan seperti kismis itu dengan lidah hangatku. Jilatanku
kemudian turun perutnya yang berbulu itu. Kusapu dengan lidahku
bulu-bulu diperutnya sampai ngerintil-ngerintil. Dan akhirnya
kubenamkan lidahku di lubang pusernya dan kumainkan sejenak disana.
Kudengar dai mendesah-desah keenakan.
Akhirnya genggamanku dihanduknya itu kutarik dan kubuka handuknya. Benar
juga dugaanku: Pak Jeffrey dari tadi tidak memakai celana dalam sama
sekali. Terpampang didepanku meriam pusakanya yang sebesar botol susu
bayi dan panjangnya hampir sejengkal tanganku. Ujungnya nampak basah
oleh cairan precum. Gila, gede juga pikirku! (walaupun tidak segede
milik Dokter Herman --- baca ceritanya!).
Walaupun baru habis mandi, aroma bau kontol langsung tercium cukup
kuat. Sebenarnya aku rada enggan menjilati kontol yang belum disunat,
karena selain suka bau amis dan rada anyir juga rasanya aneh! Tapi
kalau kontol sebesar ini sudah ditangan, masa dilewatkan aja, khan rugi
bandar!
Akhirnya kupegang pangkal
kontolnya dan kuarahkan ujungnya ke mulutku. Kujilat semuanya sampai
tidak ada satu bagianpun yang tersisa. Trus kumasukkan “botol susu” itu
kedalam mulutku. Kukenyot dan kuemut sampai pak Jeffrey melenguh
keenakkan. Mulutnya memohon-mohon agar aku jangan sampai menghentikan
emutanku. Ngilu-ngilu nikmat katanya. Tangankupun tidak berhenti
memainkan kantung pelernya dan menusuk-nusuk lubang anusnya.
Kukenyot kontol itu sampai mulutku terasa pegal dan kaku saking
gedenya. Saat aku bangun, dia segera mendorongku sehingga aku langsung
jatuh terebah diatas ranjangnya yang empuk itu. Tanpa ba bi bu, aku
langsung diterkamnya. Dipreteli-nya sisa-sisa pakaian yang ada
ditubuhku hingga aku benar-benar telanjang bulat. Sejenak ia bangun dan
menikmati ketelanjanganku, kemudian ia pun membungkuk diatasku dan
mulai menjilat seluruh tubuhku. Mandi Kucing!
Mungkin ia begitu menikmati aroma tubuhku: parfum campur keringat
sepanjang hari ditambah lagi dengan rasa manis dari tehmanis yang tumpah
kebadanku tadi. Kontol 16 cm-ku, peler dan lubang anusku pun tidak
luput dari acara mandi kucingnya tadi.
Setelah puas “memandikanku”, dia bangkit dan meludahi kontolku
berkali-kali. Kemudian dia duduk diatasku dan mengarahkan kontolku ke
anusnya. Diturunkannya tubuhnya perlahan-lahan. Sensasinya luar biasa,
man! Kontolku serasa membelah sesuatu! Tak lama kemudian diapun mulai
menggerakkan tubuhnya sambil sibuk mengocok kontolnya sendiri. Matanya
terpejam menikmati sensasi luar biasa yang sedang dirasakannya.
Butir-butir keringat tampak mengalir dibadannya dan membuat badannya
terlihat mengkilat. Aku yang pasif dibawa hanya bisa menikmati
“tunggangan”nya sambil sekali kali memainkan puting kismisnya.
Setelah hampir 15 menitan aku tidak tahan juga. Kalau dibiarkan begini
trus aku akan segera muncrat, karena aku tidak bisa mengatur ritme-nya.
Kubaringkan dia tanpa mencabut kontolku dari lubang kenikmatannya.
Kuangkat kakinya ke pundakku, hingga posisi kami kalau dilihat dari
samping seperti huruf “L”.
Kugerakkan
pantatku perlahan-lahan beberapa saat sambil trus mengalihkan
perhatianku supaya tidak cepat muncrat. Kuhayati dan nikmati sensasi
dari gesekan-gesekan dan cengkeraman pada kontolku di lubang pantatnya
yang sempit itu. Setelah beberapa waktu, aku mulai condongkan tubuhku
kedepan atau lebih tepatnya kebawah. Sambil mempercepat genjotanku,
kulumat bibirnya yang sedang mendesah dan meringis kenikmatan itu.
Sekali-kali kugigit kedua puting kismisnya.
“Ahhh, aku sudah ngga tahan lagi, mau keluaaar !!!” katanya terengah-engah.
“Tahan… sebentar lagiiii!!!” sahutku sambil menarik pantatku
tinggi-tinggi untuk kemudian kubenamkan kontolku sedalam mungkin ke
dalam lubangnya.
Menerima sensasi luar
biasa ini beberapa kali, diapun menyerah yang memuncratkan pejuhnya
yang banyak ke atas perutnya yang berbulu.
Melihat semua ini nafsuku rasanya meledak-ledak. Rasanya aku juga sudah
tidak bisa bertahan lagi. Kucabut kontolku dari lubang pantatnya dan
kukocok sambil mengambil pejuhnya yang tadi tumpah diatas perut. Tidak
lama kemudian, kutembak pejuhku ke badannya. Tembakannya begitu jauh,
bahkan ada yang masuk langsung ke dalam mulutnya. Semerbak pejuh
langsung memenuhi ruangan itu seketika. Nikmatnya !!!
***********
Selesai mandi berdua, aku tiba-tiba ingat bahwa aku belum mengantarkan
undanganku, sementara hari sudah cukup malam. Rasanya tidak sopan
mengantarkan undangan pada jam segini. Tapi pak Jeffrey menawarkan
solusi ampuhnya:
“Tenang saja, besok
biar Ning yang mengantarkannya. Sekarang kita makan malam dulu, sudah
itu kita lanjutkan lagi. Khan saya belum dapat giliran nyuntik kamu..
he.. he.. he..," kata pak Jeffrey sambil tertawa-tawa mesum…..
***********
Dua jam kemudian, aku lewat di depan pos satpam tadi lagi. Satpam gebleq tadi menghampiri mobilku lagi: “Ketemu Mas?”.
“Oh iya, makasih banyak ya, Pak.” kataku sambil menyisipkan selembar
Rp. 50.000 ke dalam kantong bajunya. Ia hanya terlongo-longo melihat
kedermawananku ini.
Sementara itu aku sudah menginjak pedal gas dan menancap Kijang butut kantorku ini balik ke jalan raya.
Dan besok kayaknya bakal ML lagi karena aku punya niat mengembalikan kemejanya yang kupinjam saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar