Bercinta Dengan Gigolo

Setelah lama berpetualang dengan Hendra, aku perlu juga variasi bermain
sex yang lain, dengan ragu-ragu akhirnya kuusulkan ke Hendra untuk
memanggil gigolo supaya permainan bertambah menarik. Dengan berat hati
Hendra menyetujui dengan syarat aku yang mencari dan dia yang memutuskan
atau memilih orangnya.
Setelah mencari informasi dari sana sini, akhirnya kudapatkan nomor
telepon jaringan gigolo, aku tidak mau lewat milist yang banyak
menawarkan diri, karena dari pengalaman mereka hanya besar nyali dan
nafsu saja, tapi tidak dengan stamina dan variasi permainan. Sesuai
dengan kesepakatan dengan seorang GM, akhirnya dia akan mengirim 3 orang
untuk kami pilih di tempat kami menginap, uang bukanlah masalah bagi
kami.
Pada hari yang sudah ditetapkan, kami check in di Hotel Sahid. Tidak
lama kemudian datanglah sang GM dengan membawa 3 anak muda ganteng dan
macho, mungkin dibawah 25 tahun. Ketiganya memang kelihatan begitu
atletis dan tampan, tapi satu sudah out karena terlalu pendek, sedangkan
dua lainnya mampunyai tinggi paling tidak sama denganku, yang menjadi
masalah bagiku adalah memilih di antaranya.
Terus terang agak nervous juga aku, karena belum pernah aku membayar
untuk urusan sex. Setelah berpikir sejenak akhirnya aku menyuruh mereka
bertiga untuk telanjang di hadapan kami, sesaat mereka ragu, tapi
akhirnya mau juga setelah kupancing dengan membuka baju atasku hingga
terlihat bra merahku. Dari pandangan matanya aku tahu bahwa mereka
tertarik denganku, bahkan tanpa dibayar pun aku yakin mereka mau
melakukannya. Kupikir hanya orang gila saja yang tidak tertarik dengan
postur tubuhku yang putih seperti Cina, tinggi semampai, sexy, dan wajah
cantik, paling tidak itulah yang sering dikatakan laki-laki.
“Oke, yang tidak terpilih, kalian boleh memegang buah dadaku ini sebelum
pergi asal mau telanjang di depanku sekarang.” kataku menggoda, dengan
demikian aku dapat melihat kejantanan mereka saat tegang, itulah yang
menjadi pertimbanganku.
Serempak mereka melepas pakaiannya secara bersamaan, telanjang di
depanku. Hasilnya cukup mengejutkanku, ternyata disamping memiliki tubuh
yang atletis, ternyata mereka mempunyai alat kejantanan yang
mengagumkan, aku dibuat takjub karenanya. Rata-rata panjang kejantanan
mereka hampir sama, tapi besar diameter dan bentuk kejantanan itu yang
berbeda, kalau tidak ‘malu’ dengan Hendra mungkin kupilih keduanya
langsung.
Pandanganku tertuju pada yang di ujung, alat kejantanannya yang besar,
aku membayangkan mungkin mulutku tidak akan cukup untuk mengulumnya,
hingga akhirnya kuputuskan untuk memilih dia. Namanya Rio, mahasiswa
semester akhir di perguruan tinggi swasta di Jakarta.
“Rio tinggal di sini, lainnya mungkin lain kali.” kataku mengakhiri masa pemilihan.
Setelah pilihan diambil, maka dua lainnya segera berpakaian dan
menghampiri aku yang masih tidak berbaju. Mula-mula si pendek
mendekatiku dan memelukku, tingginya hanya setelingaku. Diciumnya
leherku dan tangannya meremas lembut buah dadaku, lalu wajahnya
dibenamkan ke dadaku, diusap-usap sejenak sambil tetap meremas-remas
menikmati kenyalnya buah dadaku, lalu dia pergi. Berikutnya langsung
meremas-remas buah dadaku, jari tangannya menyelinap di balik bra,
mempermainkan sejenak sambil mencium pipiku.
“Mbak mempunyai buah dada dan puting yang bagus.” bisiknya, kemudian dia
pergi, hingga tinggal kami bertiga di kamar, aku, Rio dan Hendra yang
dari tadi hanya memperhatikan, tidak ada komentar dari dia kalau setuju
atas pilihanku.
“Rio, temenin aku mandi ya, biar segar..!” kataku, sebenarnya agak ragu juga bagaimana untuk memulainya.
“Ayo Tante, entar Rio mandiin.” jawabnya.
“Emang aku udah Tante-Tante..?” jawabku ketus, “Panggil aku Lily.”
lanjutku sambil menuju kamar mandi, meninggalkan Hendra sendirian.
Sesampai di kamar mandi, Rio langsung mencium tengkukku, membuatku
merinding. Dipeluknya aku dari belakang sambil ciumannya berlanjut ke
belakang telingaku hingga leher. Kedua tangannya mulai meraba-raba buah
dadaku yang masih terbungkus bra merahku.
“Rio, kamu nakal..!” desahku sambil tanganku meraba ke belakang mencari pegangan di antara kedua kaki Rio yang masih telanjang.
“Abis Mbak menggoda terus sih,” bisiknya disela-sela ciumannya di telinga.
Tangannya diturunkan ke celana jeans-ku, tanpa menghentikan ciumannya,
dia membuka celana jeans-ku, hingga sekarang aku tingal bikini merahku.
Ciumannya sudah sampai di pundak, dengan gigitan lembut diturunkan tali
bra-ku hingga turun ke lengan, begitu pula yang satunya, sepertinya dia
sudah terlatih untuk menelanjangi wanita dengan erotis dan perlahan,
semakin perlahan semakin menggoda. Perlahan tapi pasti aku dibuatnya
makin terbakar birahi.
Rio mendudukkan tubuhku di meja toilet kamar mandi, dia berlutut di
depanku, dicium dan dijilatinya betis hingga paha. Perlahan dia menarik
turun celana dalam merah hingga terlepas dari tempatnya, jilatan Rio
sungguh lain dari yang pernah kualami, begitu sensual, entah pakai
metode apa hingga aku dibuat kelojotan. Kepalanya sudah membenam di
antara kedua pahaku, tapi aku belum merasakan sentuhan pada daerah
kewanitaanku, hanya kurasakan jilatan di sekitar selangkangan dan daerah
anus, aku dibuat semakin kelojotan.
Sepintas kulihat Hendra berdiri di pintu kamar mandi melihat bagaimana
Rio menservisku, tapi tidak kuperhatikan lebih lanjut karena jilatan Rio
semakin ganas di daerah kewanitaanku, hingga kurasakan jilatan di bibir
vaginaku. Lidahnya terasa menari-nari di pintu kenikmatan itu, kupegang
kepalanya dan kubenamkan lebih dalam ke vaginaku, entah dia dapat
bernapas atau tidak aku tidak perduli, aku ingin mendapat kenikmatan
yang lebih. Jilatan lidah Rio sudah mencapai vaginaku, permainan
lidahnya memang tiada duanya, saat ini the best dibandingkan lainnya,
bahkan dibandingkan dengan suamiku yang selalu kubanggakan permainan
sex-nya.
Rio berdiri di hadapanku, kejantanannya yang besar dan tegang hanya
berjarak beberapa centimeter dari vaginaku. Sebenarnya aku sudah siap,
tapi lagi-lagi dia tidak mau melakukan secara langsung, kembali dia
mencium mulutku dan untuk kesekian kalinya kurasakan permainan lidahnya
di mulutku terasa meledakkan birahiku, sementara jari tangannya sudah
bermain di liang kenikmatanku menggantikan tugas lidahnya. Aku tidak mau
melepaskan ciumannya, benar-benar kunikmati saat itu, seperti anak SMU
yang baru pertama kali berciuman, tapi kali ini jauh lebih
menggairahkan.
Ciuman Rio berpindah ke leherku, terus turun menyusuri dada hingga
belahan dadaku. Dengan sekali sentil di kaitan belakang, terlepaslah bra
merah dari tubuhku, membuatku telanjang di depannya. Aku siap menerima
permainan lidah Rio di buah dadaku, terutama kunantikan permainan di
putingku yang sudah mengencang. Dan aku tidak perlu menunggu terlalu
lama untuk itu, kembali kurasakan permainan lidah Rio di putingku, dan
kembali pula kurasakan sensasi-sensasi baru dari permainan lidah. Aku
benar-benar dibuat terbakar, napasku sudah tidak karuan, kombinasi
antara permainan lidah di puting dan permainan jari di vaginaku terlalu
berlebihan bagiku, aku tidak dapat menahan lebih lama lagi, ingin
meledak rasanya.
“Rio, pleassee, sekarang ya..!” pintaku sambil mendorong tubuh atletisnya.
“Pake kondom Mbak..?” tanyanya sambil mengusap-usapkan kepala kejantanannya di bibir vaginaku yang sudah basah, sah, sah, sah.
Aku tidak tahu harus menjawab apa, biasanya aku tidak pernah pakai
kondom, tapi karena kali ini aku bercinta dengan seorang gigolo, aku
harus berhati-hati, meskipun dengan lainnya belum tentu lebih baik.
Kalau seandainya dia langsung memasukkan kejantannya ke vaginaku, aku
tidak akan keberatan, tapi dengan pertanyaan ini aku jadi bingung.
Kulihat ke arah Hendra yang dari tadi memperhatikan, tapi tidak kudapat
jawaban dari dia.
Tidak ada waktu lagi, pikirku. Maka tanpa menjawab, kutarik tubuhnya dan
dia mengerti isyaratku. Perlahan didorongnya kejantanannya yang sebesar
pisang Ambon itu masuk ke liang kenikmatanku, vaginaku terasa melar.
Makin dalam batang kejantanannya masuk kurasakan seolah makin membesar,
vaginaku terasa penuh ketika Rio melesakkan seluruhnya ke dalam.
“Aagh.. yess.. ennak Sayang..!” bisikku sambil memandang ke wajah Rio
yang ganteng dan macho, expresinya dingin, tapi aku tahu dia begitu
menikmatinya.
“Pelan ya Sayang..!” pintaku sambil mencengkeramkan otot vaginaku pada kejantanannya.
Kulihat wajaah Rio menegang, tangan kanannya meremas buah dadaku sedang
tangan kirinya meremas pantatku sambil menahan gerakan tubuhku.
Kurasakan kejantanan Rio pelan-pelan ditarik keluar, dan dimasukkan lagi
saat setengah batangnya keluar, begitu seterusnya, makin lama makin
cepat.
“Oohh.. yaa.., truss..! Yes.., I love it..!” desahku, menerima kocokan kejantanan Rio di vaginaku.
Rio dengan irama yang teratur memompa vaginaku, sambil mempermainkan
lidahnya di leher dan bibirku. Aku tak bisa lagi mengontrol gerakanku,
desahanku semakin berisik terdengar. Rio mengangkat kaki kananku dan
ditumpangkan di pundaknya, kurasakan penetrasinya semakin dalam di
vaginaku, menyentuh relung vagina yang paling dalam. Kocokan Rio semakin
cepat dan keras, diselingi goyangan pantat menambah sensasi yang
kurasakan.
“Sshhit.., fuck me like a dog..!” desahanku sudah ngaco, keringat sudah
membasahi tubuhku, begitu juga dengan Rio, menambah pesona sexy pada
tubuhnya.
Aku hampir mencapai puncak kenikmatan ketika Rio menghentikan
kocokannya, dan memintaku untuk berdiri, tentu saja aku sedikit kecewa,
tapi aku percaya kalau dia akan memberikan yang terbaik.
“Mau dilanjutin di sini atau pindah ke ranjang..?” tanyanya terus menjilati putingku.
Tanpa menjawab aku langsung membelakanginya dan kubungkukkan badanku,
rupanya dia sudah tahu mauku, langsung mengarahkan kejantanannya ke
vaginaku. Kuangkat kaki kananku dan dia menahan dengan tangannya,
sehingga kejantanannya dapat masuk dengan mudah. Dengan sedikit
bimbingan, melesaklah batang kejantanan itu ke vaginaku, dan Rio
langsung menyodok dengan keras, terasa sampai menyentuh dinding dalam
batas terakhir vaginaku, terdongak aku dibuatnya karena kaget.
“Aauugghh.., yes.., teruss.., yaa..!” teriakku larut dalam kenikmatan.
Sodokan demi sodokan kunikmati, Rio menurunkan kakiku, dan kurentangkan
lebar sambil tanganku tertumpu pada meja toilet, tangan Rio memegang
pinggulku dan menariknya saat dia menyodok ke arahku, begitu seterusnya.
Rasanya sudah tidak tahan lagi, ketika tangan Rio meremas buah dadaku
dan mempermainkan putingku dengan jari tangannya, sensasinya terlalu
berlebihan, apalagi keberadaan Hendra yang dengan setia menyaksikan
pertunjukan kami sambil memegang kejantanannya sendiri.
“Rio a.. ak.. aku.. sud.. sudah.. nggak ta.. ta.. han..!” desahku, ternyata Rio langsung menghentikan gerakannya.
“Jangan dulu Sayang, kamu belum merasakan yang lebih hebat.” katanya,
tapi terlambat, aku sudah mencapai puncak kenikmatan terlebih dahulu.
“Aaughh.., yess.., yess..!” teriakku mengiringi orgasme yang kualami, denyutan di vaginaku terasa terganjal begitu besar.
Rio hanya mendesah sesaat sambil tangannya tetap meremas buah dadaku yang ikut menegang.
“Ayo Rio, keluarin sekarang, jangan goda aku lagi..!” pintaku memelas karena lemas.
Rio mengambil handuk dan ditaruhnya di lantai, lalu dia memintaku
berlutut, rupanya Rio menginginkan doggie style, kuturuti permintaannya.
Sekarang posisiku merangkak di lantai dengan lututku beralaskan
tumpukan handuk, menghadap ke pintu ke arah Hendra.
Rio mendatangiku dari belakang, mengatur posisinya untuk memudahkan
penetrasi ke vaginaku. Setelah menyapukan kejantanannya yang masih
menegang, dengan sekali dorong masuklah semua kejantanan itu ke
vaginaku. Meskipun sudah berulang kali terkocok oleh kejantanannya,
tidak urung terkaget juga aku dibuatnya. Rio langsung memacu kocokannya
dengan cepat seperti piston mobil dengan silindernya pada putaran di
atas 3000 rpm, kenikmatan langsung menyelimuti tubuhku.
Rio menarik rambutku ke belakang sehingga aku terdongak tepat mengarah
ke Hendra. Berpegangan pada rambutku Rio mempermainkan kocokannya,
sesekali pantatnya digoyang ke kiri dan ke kanan, atau turun naik,
sehingga vaginaku seperti diaduk-aduk kejantanannya. Dia sungguh pandai
menyenangkan hati wanita karena permainannya yang penuh variasi dan
diluar dugaan.
Tiba-tiba kudengar teriakan dari Hendra, tepat ketika aku mendongak ke
arah dia, menyemprotlah sperma dia dari tempatnya dan tepat mengenai
wajah dan rambutku. Ternyata sambil menikmati permainan kami, dia
mengocok sendiri kejantanannya alias self service. Rio mengangkat
badannya tanpa melepas kejantanannya dariku, kini posisi dia menungging,
sehingga kejantanannya makin menancap di vaginaku tanpa menurunkan
tempo permainannya. Aku sudah tidak tahan diperlakukan demikian, dan
untuk kedua kalinya aku mengalami orgasme hebat dalam waktu yang relatif
singkat, sementara Rio masih tetap tegar menantang.
“Masih kuat untuk melanjutkan Mbak..?” tantang dia.
Kalau seandainya dia tidak bertanya seperti itu aku pasti minta waktu
istirahat dulu, tapi dengan pertanyaan itu, aku merasa tertantang untuk
adu kuat, dan tantangan itu tidak dapat kutolak begitu saja. Sebagai
jawaban, kukeluarkan kejantanannya dari tubuhku, kuminta dia rebah di
lantai kamar mandi beralas handuk, aku juga ingin ngerjain dia, pikirku.
Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, begitu dia telentang,
kukangkangkan kakiku di wajahnya hingga dia dapat merasakan cairan
orgasme yang meleleh dari vaginaku. Rasain, pikirku. Tapi aku salah,
ternyata dia malah dengan senang hati menghisap vaginaku hingga terasa
kering dan kembali mempermainkan lidah mautnya di vaginaku.
Agak kesulitan juga aku ber-hula hop karena terasa kejantanannya yang
besar mengganjal di dalam dan mengganggu gerakanku. Semakin kupaksakan
semakin nikmat rasanya dan semakin cepat gerakan bergoyangku kenikmatan
itu semakin bertambah, maka hula hop-ku semakin cepat dan tambah tidak
beraturan. Kuamati wajah Rio yang ganteng bersimbah peluh dan terlihat
menegang dalam kenikmatan, tangannya meremas-remas buah dadaku dengan
liarnya sambil mempermainkan putingku.
Hampir saja aku orgasme lagi kalau tidak segera kuhentikan gerakanku,
tapi ternyata Rio tidak mau berhenti. Ketika aku menghentikan gerakanku,
ternyata justru dia menggoyang tubuhku sambil menggerak-gerakkan
pinggulnya sehingga vaginaku tetap terkocok dari bawah, dan kembali
orgasmeku tidak terbendung lagi untuk kesekian kalinya.
Rio tetap saja mengocok, meski dia tahu aku sedang di puncak kenikmatan
birahi. Kali ini aku benar-benar lemes mes mes, tapi Rio tidak juga
mengentikan gerakannya. Kutelungkupkan tubuhku di atas tubuhnya,
sehingga kami saling berpelukan. Dinginnya AC tidak mampu mengusir
panasnya permainan kami, peluh kami sudah menyatu dalam kenikmatan nafsu
birahi. Rio memelukku dan mencium mulutku sambil kembali mempermainkan
lidahnya, kejantanannya masih keras bercokol di vaginaku, terasa panas
sudah, atau mungkin lecet.
Tidak lama kemudian nafsuku bangkit lagi, kuatur posisi kakiku hingga
aku dapat menaik-turunkan tubuhku supaya kejantanan Rio bisa sliding
lagi. Meskipun kakiku terasa lemas, kupaksakan untuk men-sliding
kejantanan Rio yang sepertinya makin lama makin mengeras. Melihatku
sudah kecapean, Rio memintaku untuk masuk ke bathtub dan kuturuti
keinginannya supaya aku kembali ke posisi doggie. Sebelum memasukkan
kejantanannya, Rio membuka kran air hingga keluarlah air dingin dari
shower di atas, kemudian dengan mudahnya dia melesakkan kejantanannya ke
vaginaku untuk kesekian kalinya.
Bercinta di bawah guyuran air shower membuat tubuhku segar kembali,
sepertinya dia dapat membaca kemauan lawan mainnya, kali ini kocokannya
bervariasi antara cepat keras dan pelan. Tidak mau kalah, setelah terasa
staminaku agak pulih, kuimbangi gerakan sodokan Rio dengan
menggoyang-goyangkan pantatku ke kiri dan ke kanan atau maju mundur
melawan gerakan tubuh Rio. Dan benar saja, tidak lama kemudian kurasakan
cengkeraman tangan Rio di pantatku mengencang, kurasakan kejantanan Rio
terasa membesar dan diikuti semprotan dan denyutan yang begitu kuat
dari kejantanan Rio.
Vaginaku terasa dihantam kuat oleh gelombang air bah, denyutan dan
semprotan itu begitu kuat hingga aku terbawa melambung mencapai puncak
kenikmatan yang ke sekian kalinya. Kami orgasme secara bersamaan
akhirnya, tubuhku langsung terkulai di bathtub. Kucuran air kurasakan
begitu sejuk menerpa tubuhku yang masih berpeluh. Rio mengambil sabun
dan menyabuni punggungku serta seluruh tubuhku. Dengan gentle dia
memperlakukan aku seperti layaknya seorang lady hingga aku selesai
mandi.
Dengan hanya berbalut handuk aku keluar kamar mandi menuju ranjang untuk
beristirahat. Kulihat Hendra sudah mengenakan piyama dan duduk di sofa
memperhatikanku keluar dari kamar mandi. Expresi di wajah Hendra tidak
dapat kutebak, tapi tiada terlihat sinar kemarahan atau cemburu melihat
bagaimana aku bercinta dengan Rio di kamar mandi selama lebih dari satu
jam. Aku langsung merebahkan tubuhku di ranjang yang hangat, mataku
sudah terlalu berat untuk terbuka, masih kudengar sayup-sayup
pembicaraan Hendra sebelum aku terlelap dalam tidurku.
“Kamu hebat Rio, belum pernah ada yang membuat dia orgasme terlebih
dahulu, bahkan setelah bermain dengan dua orang.” kata Hendra ketika Rio
keluar dari kamar mandi.
“Ah biasa saja Om.” jawab Rio kalem merendah.
“Emang dia sering melayani 2 orang sekaligus..?” lanjut Rio.
“Ah bukan urusanmu anak muda, oke Rio, tugas kamu sudah selesai, uang kamu ada di sebelah TV dan kamu boleh pergi.” kata Hendra.
“Om, boleh saya usul..?”
“Silakan..!”
“Kalau saya boleh tinggal dan menemani lebih lama bahkan sampai pagi,
biarlah nggak usah ada tambahan bayar overtime, aku jamin dia pasti
lebih dari puas.” usul Rio.
“Cilaka..,” pikirku.
Aku tidak tahu apa yang dikatakan Hendra karena sudah terlelap dalam tidur indah.
Entah sudah berapa lama tertidur ketika kurasakan sesuati menggelitik
vaginaku. Sambil membuka mata yang masih berat, kulihat kepala sudah
terbenam di selangkanganku yang telah tebuka lebar. Ah, Rio mulai lagi,
pikirku. Ketika aku menoleh ke sofa mencari Hendra, kulihat dia
telanjang duduk di samping Rio yang juga telanjang sambil tersenyum ke
arahku. Jadi siapa yang bermain di vaginaku saat ini, terkaget aku
dibuatnya. Langsung duduk kutarik rambutnya dan ternyata si Andre, teman
Rio yang kusuruh pulang bersama si pendek tadi.
Sebenarnya dia tidak terpilih bukan karena aku tidak tertarik, tapi aku harus memutuskan satu di antara dua yang baik.
“What the hell going on here..?” pikirku, tapi tidak sempat terucap
karena permainan lidahnya sungguh menggetarkan naluri kewanitaanku.
Kubiarkan Andre bermain di selangkanganku dan kunikmati permainan
lidahnya, meskipun tidak sepintar Rio, tapi masih membuatku
menggelinjang-gelinjang kenikmatan.
“Ugh.., shh..!” aku mulai mendesis.
Kubenamkan kepala Andre lebih dalam untuk mendapatkan kenikmatan lebih
jauh. Andre menjilatiku dengan hebatnya hingga beberapa saat sampai
kulihat Rio berdiri dari tempatnya dan menghampiri Andre. Diangkatnya
kakiku hingga terpentang dan Rio mengganjal pantatku dengan bantal
hingga posisi vaginaku sekarang menantang ke atas.
Rio mengganti posisi Andre, menjilati vaginaku dengan mahirnya, kemudian
mereka berganti posisi lagi. Cukup lama juga Rio dan Andre menjilati
vaginaku secara simultan. Sensasinya sungguh luar biasa hingga aku larut
dalam kenikmatan. Jilatan Andre sudah berpindah ke daerah anusku,
ketika Rio menjilati pahaku terus naik dan berhenti untuk bermain di
daerah vaginaku.
“Aahh.., gilaa.., aagh.., shit.. yess..!” aku terkaget, karena baru kali
ini aku dijilati oleh dua laki-laki di daerah kewanitaanku.
Bayangkan dua lidah dengan satu di anus dan satunya di vagina. Keduanya
begitu expert dalam permainan lidah. Aku tidak tahu bagaimana
menggambarkan dengan kata-kata, sensasi ini terlalu berlebihan bagiku,
bahkan terbayang pun tidak pernah.
Dengan penuh gairah mereka bermain di kedua lubangku, aku tidak tahu
harus berkata apa selain mendesah dan menjerit dalam kenikmatan birahi.
Aku mencari pegangan sebagai pelampiasan rasa histeriaku, tapi tidak
kudapatkan hingga akhirnya kuremas-remas sendiri buah dadaku yang ikut
menegang. Tidak tahan menahan sensasi yang berlebihan, akhirnya aku
mencapai orgasme duluan. Orgasme tercepat selama hidupku, tidak sampai
penetrasi dan tidak lebih dari 15 menit, suatu rekor yang tidak perlu
dibanggakan.
Mulut Rio tidak pernah beranjak dari vaginaku, disedotnya vaginaku seperti layaknya vacum cleaner.
“Shit.. Rio.. stop.. stoop..! Please..!” pintaku menahan malu.
Lidah Rio naik menelusuri perutku dan berhenti di antara kedua bukit di
dadaku, lalu mendaki hingga mencapai putingku. Dikulumnya lalu sambil
meremas buah dadaku dia mulai mengulum dan mempermainkan putingnya
dengan lidah mautnya.
Belum sempat kurasakan mautnya permainan lidah Rio, aku merasakan Andre
telah menyapukan kejantanannya di bibir vaginaku sebentar dan langsung
kejantanan Andre tanpa basa basi langsung melesak masuk ke vaginaku.
Kurasakan ada perbedaan rasa dengan Rio karena bentuknya memang berbeda.
Punya Rio besar dan melengkung ke kiri bawah, agak unik, sedangkan
Andre kecil panjang melengkung lurus ke atas, jadi disini kurasakan dua
rasa.
Gila, kalau tadi siang kurasakan punya Rio yang banyak menggesek bagian
kananku, sekarang kurasakan bagian atas vagina menerima sensasi yang
hebat, karena kejantanan Andre mempunyai kepala yang besar,
menyodok-nyodok dinding vaginaku. Kedua kakiku dipentangkan dengan lebar
oleh Andre, Rio bertambah gairan bergerilya menjelajahi kedua bukit dan
menikmati kenyalnya bukit dan putingku yang makin menegang. Tangannya
tidak henti meremas dan mengelus kedua bukit di dadaku, sesekali
wajahnya dibenamkan di antara kedua bukitku seperti orang gemas.
Andre makin kencang mengocok vaginaku sambil menjilati jari-jari kakiku.
Aku menggelinjang makin tidak karuan diperlakukan kedua anak muda ini.
Kocokan dan remasan tanganku di kejantanan Rio makin keras mengimbangi
permainan mereka.
“Uugghh.. sshh.. kalian.. me.., me..mang gilaa..!” teriakku.
Permainan mereka semakin ganas mengerjaiku.
Kutarik tubuh Rio ke atas, kini Rio sudah berlutut di samping kepalaku,
kejantanannya yang tegang tepat ke arah wajahku. Segera kulahap
kejantanannya, sekarang aku mau mengulumnya karena kejantanan itu
terakhir kali masuk di vaginaku, tidak seperti saat pertama tadi, entah
dengan siapa sebelum aku. Seperti dugaanku, mulutku ternyata tidak dapat
mengulum masuk semua batang kejantanannya, terlalu besar untuk mulut
mungilku.
Rio sekarang mengangkangiku, kepalaku di antara kedua kakinya, sementara
kejantanannya kembali tertanam di mulutku. Dikocok-kocoknya mulutku
dengan penis besarnya seolah berusaha menanamkan semuanya ke dalam, tapi
tetap tidak bisa, it’s too big to my nice mouth, very hard blowjob.
Kurasakan kenikmatan yang memuncak, dan kembali aku mengalami orgasme
beberapa saat kemudian.
“Mmgghh.. mmgh.. uugh..!” teriakku tertahan karena terhalang kejantanan Rio, masih untung tidak tergigit saat aku orgasme.
Tanpa memberiku istirahat, mereka membalikkan tubuhku, kini aku tertumpu
pada lutut dan tanganku, doggy style. Andre tetap bertugas di belakang
sementara Rio duduk berselonjor di hadapanku. Seperti sebelumnya, Andre
langsung tancap gas mengocokku dengan cepat, kurasakan kejantanannya
makin dalam melesak ke dalam vaginaku, pinggangku dipegangnya dan
gerakkan berlawanan dengan arah kocokannya, sehingga makin masuk ke
dalam di vaginaku. Antara sakit dan nikmat sudah sulit dibedakan, dan
aku tidak sempat berpikir lebih lama ketika Rio menyodorkan
kejantanannya di mulutku kembali.
Kedua lubang tubuhku kini terisi dan kurasakan sensasi yang luar biasa.
Dengan terus mengocok, Andre mengelus-elus punggungku, kemudian
tangannya menjelajah ke dadaku, dielus dan diremasnya dengan keras
keduanya sesekali mempermainkan putingku, kegelian dan kenikmatan
bercampur menjadi satu. Tidak ketinggalan Rio memegang rambutku,
didorongnya supaya kejantanannya dapat masuk lebih dalam di mulutku.
“Emmhh.., mhh..!” desahku sudah tidak keluar lagi, terlalu sibuk dengan kejantanan Rio di mulutku.
Kugoyang-goyangkan badanku, pantatku bergerak berlawanan gerakan Andre dan kepalaku turun naik dengan cepat mengocok Rio.
Tidak lama kemudian, “Shit.., aku mau keluar..!” teriak Rio sambil
menarik kepalaku ke atas, tapi aku tidak perduli, malah kupercepat
kocokan mulutku hingga menyemprotlah sperma Rio dengan deras ke mulutku,
semprotannya cukup kencang hingga langsung masuk ke tenggorokanku.
Tanpa ragu lagi kutelan sperma yang ada di mulutku, Rio mengusap sisa sperma di bibir yang tidak tertampung di mulutku.
Kulihat senyum puas di wajah Rio, lalu dia bergeser ke samping, ternyata
Hendra sudah berada di samping ranjang, dia kemudian mengganti posisi
Rio berselonjor di hadapanku. Tanpa menunggu lebih lama lagi langsung
kukulum kejantanan dia yang basah, kurasakan aroma sperma, sepertinya
dia habis berejakulasi melihat permainan kami bertiga. Karena ukuran
kejantanan Hendra tidak sebesar punya Rio, maka dengan mudah aku melahap
semua hingga habis sampai ke pangkal batangnya, dan segera mengocok
keluar masuk.
Andre mendorong tubuhku hingga telungkup di ranjang, entah bagaimana
posisi dia dengan tubuhku telungkup, dia tetap mengocok vaginaku dengan
ganasnya. Hendra hanya dapat mengelus rambutku dan mempermainkan buah
dadaku dari bawah. Tidak lama kemudian Andre mencabut kejantanannya, dan
langsung berbaring di sebelahku. Aku mengerti maksudnya, sebenarnya
harusnya aku yang mengatur dia bukan sebaliknya, tapi toh kuturuti juga.
Kutinggalkan Hendra dan aku menaiki tubuh Andre, kejantanannya masih
menegang ke atas, kuatur tubuhku hingga vaginaku pas dengan
kejantanannya yang sudah menunggu, lalu kuturunkan pantatku dan bles.
Langsung saja aku bergoyang salsa di atasnya. Kini aku pegang kendali,
pantatku kuputar-putar sehingga vaginaku terasa diaduk-aduk olehnya.
Andre memegangi kedua buah dadaku dan meremasnya. Hendra berdiri di atas
ranjang dan menghampiriku, dia menyodorkan kembali kejantanannya,
kubalas dengan jilatan dan kuluman.
Ternyata Rio yang sudah recovery tidak mau ketinggalan, dia berdiri di
sisi lainnya dan menyodorkan kejantanannya ke arahku. Kini tanganku
memegang dua penis yang berbeda, baik dari ukuran, bentuk dan
kekerasannya, belum lagi yang tertanam di vaginaku, aku sedang menikmati
tiga macam penis sekarang. Kupermainkan Rio dan Hendra secara
bergantian di mulutku antara kuluman dan kocokan tangan. Pantatku tidak
pernah berhenti bergoyang di atas Andre, sungguh suatu sensasi dan
kenikmatan yang sangat berlebihan dan rasanya tidak semua orang dapat
menikmatinya.
Beruntungkah aku..? Entahlah, yang jelas sekarang aku sedang melambung
dalam lautan kenikmatan birahi tertinggi. Entah sudah berapa banyak
cairan vaginaku terkuras keluar. Andre belum juga memperlihatkan
tanda-tanda akan orgasme. Aku mengganti gerakanku, kini turun naik
sliding di atasnya, kulepas tangan kiriku dari penis Rio dan kuelus
kantong pelir Andre untuk menambah rangsangan padanya. Ternyata Andre
melawan gerakanku dengan menaik-turunkan pantatnya berlawanan denganku
sehingga kejantanannya makin menancap dalam, tangannya tidak pernah
melepas remasannya dari buah dadaku.
Rio bergerak ke belakangku, dielusnya punggungku dan elusannya berhenti
di lubang anusku. Dengan ludahnya dia mengolesi lubang itu dan mencoba
memasukkan jarinya ke dalam, sesaat terlintas di benakku bahwa dia mau
anal, berarti double penetration. Aku belum siap untuk itu, tidak
seorang pun kecuali suamiku yang mendapatkan anal dariku. Kuangkat
tangannya dari anusku, pertanda penolakan dan dia mengerti. Rio berlutut
di belakangku, didekapnya tubuhku dari belakang dan tangannya ikut
meremas-remas buah dadaku. Sambil menciumi tengkuk dan telingaku,
kejantanannya menempel hangat di pantatku, kini dua pasang tangan di
kedua buah dadaku.
Karena didekap dari belakang aku tidak dapat bergerak dengan leluasa,
akibatnya Andre lebih bebas mengocok vaginaku dari bawah. Aku sudah
tidak dapat mengontrol tubuhku lagi, entah sudah berapa kali aku
mengalami orgasme, padahal masih dengan Andre. Ada dua lagi penis
menunggu giliran menikmati vaginaku, Rio dan Hendra, suamiku.
Tidak lama setelah mengocokku dari bawah, kurasakan badan Andre yang
menegang kemudian disusul denyutan keras di vaginaku. Begitu keras dan
deras semprotan spermanya hingga aku tersentak kaget menerima sensasi
itu hingga aku menyusul orgasme sesaat setelahnya. Begitu nikmat dan
nikmat, untung aku sempat mengeluarkan kejantanan Hendra dari mulutku
sesaat setelah kurasakan semburan Andre, kalau tidak hampir pasti dia
akan tergigit saat aku mengikuti orgasme. Tubuhku langsung melemas, aku
langsung terkulai di atas tubuh Andre. Rio sudah melepas dekapannya dan
Hendra duduk di samping Andre, sepertinya mereka menunggu giliran.
Napasku sudah ngos-ngosan, aku dapat merasakan degup jantung Andre yang
masih kencang, keringat kami sudah bercampur menjadi satu. Kejantanan
Andre masih tertanam di vaginaku meskipun sudah melemas hingga akhirnya
keluar dengan sendirinya. Rio menawariku lippovitan, penambah energi.
Setelah aku berbaring di samping Andre, berarti dia sudah bersiap untuk
bertempur denganku, segera kuhabiskan minuman itu, kesegaran memasuki di
tubuhku tidak lama kemudian.
“Gila kamu Ndre, ternyata tak kalah dengan Rio.” komentarku.
“Ah biasa Mbak, kita udah biasa kerjasama kok.” jawabnya.
“Makanya kompak kan Mbak, dan Mbak termasuk hebat bisa melayani kami
sendiri-sendiri dalam satu hari, dan barusan adalah satu jam 17 menit.”
Rio menimpali.
“Biasanya kami langsung main bertiga, dan itu tidak lebih lama daripada
sendiri-sendiri, paling lama setengah jam sudah KO.” kembali Andre
menambahi.
Aku ke kamar mandi supaya badan segar, kuguyurkan air hangat di sekujur
tubuhku, kusiram rambutku yang tidak karuan bercampur bau sperma. Jarum
jam sudah menunjukkan pukul 10.30 malam ketika aku keluar dari kamar
mandi. Kulihat mereka duduk di sofa, Rio dan Andre di sofa panjang
sementara Hendra di sofa satunya, masih bertelanjang. Ketika aku datang
hanya berbalut handuk, ranjang sudah dirapikan, entah apa rencana
mereka, pikirku. Persetan yang penting aku dapat menikmati dan kuikuti
permainannya.
Rupanya aku terlalu lama dan asyik mandi hingga tidak tahu kalau makanan
datang dan sudah tersaji di meja. Aku merasa lapar, maklum habis
selesai dengan Rio disambung sama Andre dan aku belum makan sejak tadi
siang. Aku duduk di antara Rio dan Andre, yang kemudian disambut tarikan
handuk pembalut tubuhku oleh Rio hingga terlepas. Keduanya langsung
mencium pipiku kiri kanan dan kusambut remasan di kejantanan mereka yang
agak menegang.
“Makan dulu yuk..!” ajakku langsung ke meja.
Kami berempat bertelanjang makan bersama sambil bercerita pengalaman
mereka. Aku tidak berani makan terlalu banyak, takut kalau terlalu
banyak bergoyang jadi sakit perut, yang penting tidak lapar dan dapat
menambah energi nanti, sepertinya mereka melakukan hal yang sama.
Setelah istirahat selesai makan, kembali aku duduk di antara dua anak
muda itu. Kali ini mereka langsung mencium leherku di kiri dan kanan
sambil meremas-remas dadaku masing-masing satu. Hendra berdiri ke arah
kami, dia meminta Rio berpindah tempat, dan dia langsung melakukan hal
yang sama, menciumi leherku dan terus turun ke dada, sekarang Andre dan
Hendra mengulum putingku di kiri dan kanan.
Rio tidak mau jadi penonton, dia langsung bejongkok di antara kakiku,
melebarkannya dan lidahnya mulai menjelajah di vaginaku. Mungkin dia
masih mencium aroma sperma Andre karena memang tidak kubersihkan, tapi
dia tidak perduli, jilatan demi jilatan menjelajah di vaginaku,
dipermainkannya vaginaku dengan lidah dan jari tangannya. Kenikmatan
mulai kurasakan, foreplay dengan 3 orang sekaligus, akan mempercepat
perjalanan menuju puncak kenikmatan birahi.
Dengan kemahiran permainan lidah Rio, aku sudah terbakar birahi,
kepalanya kujepit dengan kedua kakiku supaya lebih merapat di
selangkanganku. Aku tidak mau kejadian tadi terulang lagi, layu sebelum
birahi.
“Sshh.., Rio masukin Sayang.., sekarang..!” pintaku di sela kuluman Andre dan Hendra di dadaku.
Tanpa menunggu kedua kalinya, Rio segera bangkit dan menyapukan kepala
kejantanannya ke vaginaku, ternyata Andre mengikuti Rio, dia stand by di
sampingnya sambil mementangkan kakiku lebar. Tidak seperti sebelumnya,
kali ini Rio langsung mengocokku cepat dan keras, aku langsung
menggeliat kaget, tapi segera mulutku dibungkam dengan ciuman bibir oleh
Hendra. Andre sambil memegangi kakiku, dia menjilati kedua jari kakiku
secara bergantian. Aku ingin menjerit dalam kenikmatan tapi tidak dapat
karena lidah Hendra masih menikmati bibirku.
Kocokan Rio bertambah cepat, iramanya susah ditebak karena terlalu
banyak improvisasi, aku kewalahan mengikuti iramanya, disamping memang
dia expert mempermainkan iramanya, dilain sisi aku juga sibuk menghadapi
dua orang lainnya. Hendra minta aku mengulum kejantanannya, maka
kusingkirkan Rio dari vaginaku, aku langsung jongkok di depan dia yang
duduk di sofa, langsung mengulum penisnya yang sudah tegang.
Rio tidak mau menunggu lebih lama, dengan doggy style dia mulai memasuki
vaginaku. Sodokan awal perlahan, tapi selanjutnya makin keras dan
cepat. Andre, aku tidak tahu dimana posisi dia, tapi yang kutahu dia
stand by di samping Rio. Kugoyang-goyangkan pantatku mengikuti irama
Rio, makin lama makin terasa nikmatnya, cukup lama dia mengocokku dengan
berbagai variasi gerakan hingga ketika puncak kenikmatan hampir
kurengkuh, tiba tiba dia mencabut kejantanannya. Aku mau protes, tapi
ketika kutengok ke belakang ternyata Andre sudah bersiap menggantikan
posisi Rio, dan sekali dorong tanpa menunggu reaksiku amblaslah
kejantanannya ke vaginaku.
Sekali lagi kurasakan perbedaan sensasi dari keduanya. Entahlah aku
tidak dapat menentukan mana yang lebih nikmat. Andre langsung menggoyang
sambil mengocokku dengan iramanya sendiri. Saat Andre sedang memacuku
dengan cepat, tiba-tiba Hendra menyemprotkan spermanya di mulutku,
terkaget juga aku, karena terkonsentrasi pada kocokan Andre hingga
kurang memperhatikan ke Hendra. Kujilati sisa sperma di kejantanan dia
yang tidak terlalu banyak.
Ternyata Rio sudah mengganti posisi Andre, kemudian mereka berganti lagi
begitu seterusnya entah sudah berapa kali berganti menggilirku hingga
aku sudah tidak dapat membedakan lagi apakah yang mengocok vaginaku
Andre atau Rio, keduanya sama-sama nikmat. Mereka tidak memperdulikan
sudah berapa kali puncak birahi sudah kurengkuh. Selama aku belum bilang
stop, mereka akan terus memacuku ke puncak kenikmatan.
Entah sudah berapa lama dengan doggy style, lututku terasa capek. Aku
merangkak naik ke sofa yang ditinggal Hendra, tetap dengan posisi doggy
sofa mereka tidak memberiku kesempatan bernapas. Melayani satu Andre
atau Rio saja aku sudah kewalahan, apalagi menghadapi mereka berdua
secara bersamaan, dan mereka begitu kompak melayani birahiku. Berulang
kali mereka mencoba memasukkan kejantanannya ke lubang anus, tapi selalu
kutolak dan kutuntun kejantanannya kembali ke vaginaku.
Kunikmati sodokan demi sodokan dari belakang entah dari Rio atau Andre
hingga tiba-tiba kurasakan perbedaan yang drastis, begitu kecil dan
rasanya seperti hanya masuk separoh saja kocokannya. Aku menoleh
kebelakang, ternyata Hendra ikut bergiliran dengan mereka. Ternyata
mereka melakukan permainan. Ketika Hendra sedang mengocokku, Rio dan
Andre mengundi siapa berikutnya, begitu juga ketika Rio menyodokku,
Hendra dan Andre mengundi berikutnya, begitu seterusnya. Aku berharap
supaya Hendra tidak pernah menang.
Waktu giliran ternyata ditentukan tidak lebih dari 3 menit untuk orang
berikutnya, yang orgasme duluan harus merelakan diri jadi penonton.
Entah sudah berapa lama berlangsung, lututku sudah lemas, tapi serangan
dari belakang tidak menurun juga, aku heran juga ternyata Hendra dapat
sedikit mengimbangi permainan Rio dan Andre. Dan benar dugaanku, tidak
lama kemudian ketika si penis kecil sedang mengocokku, kurasakan
denyutan-denyutan di dinding vaginaku dan kudengar teriakan Hendra
pertanda dia orgasme. Kemudian kembali vaginaku berganti penghuni secara
bergantian.
Mereka melakukannya dengan kompak, banyak lagi variasi yang dilakukan
mereka kepadaku, baik di ranjang, di meja makan, sambil berdiri
menghadap dinding, mereka lebih suka melakukan secara simultan. Ketika
aku hampir menghentikan permainan, mereka memberi tanda supaya aku
berjongkok di antara mereka dan dengan sedikit bantuan kuluman dan
kocokan pada kejantanan mereka secara bergantian, akhirnya menyemprotlah
sperma mereka secara hampir bersamaan. Semua memuncrat ke wajah,
sebagaian masuk mulut hingga ke tubuhku. Aku sangat menikmati ketika
semprotan demi semprotan menerpa wajah dan tubuhku, terasa begitu
erotic.
Kami semua rebah di ranjang, jarum jam menunjukkan 01,30 dini hari,
berarti sekitar dua jam bercinta dengan tiga orang sekaligus, sungguh
permainan yang indah dan jauh memuaskan. Satu persatu tertidur kelelahan
masih dalam keadaan telanjang.
Tidak lama mataku terpejam ketika kurasakan ciuman di mulutku, Andre
yang sudah menindihku berbisik, “Boleh nggak aku minta lagi.” bisiknya
pelan di telingaku.
Tanpa menjawab, kubuka kakiku dan dengan mudahnya dia memasukkan
kejantanannya ke dalam. Dengan goyangan perlahan seperti menikmati,
ternyata tidak lama dia sudah orgasme, ternyata bisa juga dia orgasme
dengan cepat, mungkin 15 menit. Kemudian kami kembali tertidur.
Tidak lama kemudian kejadian tadi terulang lagi, kali ini dengan Rio.
Dengan cepat pula dia menuntaskan hasratnya. Ketika kami semua terbangun
pukul 10 pagi, rasanya aku belum lama tidur, Kulihat Hendra sudah
memakai pakaian, sementara Rio dan Andre masih telanjang berbincang
dengan Hendra.
“Pagi Sayang, bagaimana mimpi indahmu..?” tanyanya.
“Terlalu indah untuk sebuah mimpi.” jawabku yang langsung ke kamar mandi untuk berendam menghilangkan lelah.
Tidak lama kemudian ketika sedang asyik berendam, muncullah Rio dan Andre di pintu kamar mandi yang memang tidak kukunci.
“Mau ditemenin mandi Mbak..?” tanya Andre.
“Pasti asyik kalau mandi bertiga.” sambung Rio.
Dan akhirnya sudah dapat diduga, kembali kami melakukan permainan sex
bertiga, tapi kali ini dilakukan di kamar mandi, ternyata sensasinya
berbeda dari tadi malam. Banyak juga aku belajar variasi baru. Bertiga
di kamar mandi, baik itu di bathtub, shower ataupun di meja westafel
kamar mandi, sungguh pengalaman yang luar biasa. Cukup lama juga kami
bercinta di kamar mandi hingga akhirnya Hendra mengingatkan kami waktu
check out.
Pukul 12 siang kami sudah bersiap untuk check out. Ketika Rio dan Andre
sedang berpakaian, ternyata Hendra memintaku sekali lagi untuk ‘quicky’.
Dengan membuka pakaian seperlunya, kami kembali bercinta disaksikan
kedua gigolo itu. Namanya saja quicky, maka tidak sampai sepuluh menit
dia sudah menyemprotkan spermanya di vaginaku, dan segera memasukkan
kembali kejantanannya di balik celananya dan tanpa membersihkan lebih
lanjut. Aku menngenakan kembali celanaku yang merosot tadi, dan kami
check out hotel secara bersama-sama, tidak lupa setelah menukar nomer HP
masing-masing dengan kenangan yang indah.
Sejak saat itu aku sering meminta Rio ataupun Andre atau mereka berdua
untuk menemaniku kalau aku lagi perlu penyegaran. Soal ‘bisnis’ dengan
mereka sepertinya sudah tidak menjadi point utama lagi.
=============================================================
Ibu Kost
Sudah hampir setahun Zaki tinggal di tempat kost bu Lily. Bisa tinggal
di tempat kost ini awalnya secara tidak sengaja ketemu bu Lily di pasar.
Waktu itu bu Lily kecopetan, trus teriak dan kebetulan Zaki yang ikut
menolong menangkap copet dan mengembalikan dompet bu Lily. Trus ngobrol
sebentar, kebetulan Zaki lagi cari tempat kost yang baru dan bu Lily
mengatakan dia punya tempat kost atau bisa di bilang rumah bedengan yang
dikontrakkan, yah jadi deh tinggal di kost-an bu Lily.
Bu Lily lumayan baik terhadap Zaki, kelewat baik malah, karena sampai
saat ini Zaki sudah telat bayar kontrak rumah 3 bulan, dan bu Lily masih
adem-adem aja. Mungkin masih teringat pertolongan waktu itu. Tapi
justru Zaki yang gak enak, tapi mau gimana, lha emang duit lagi seret.
akhirnya Zaki lebih banyak menghindar untuk ketemu langsung dengan bu
Lily.
Sampai satu hari…… waktu itu masih sore jam 4. Zaki masih tidur-tiduran
dengan malasnya di kamarnya. Tempat kost itu berupa kamar tidur dan
kamar mandi di dalam. Terdengar pintu kamarnya di ketok… tok..tok..tok..
lalu suara bu Lily yang manggil,”Zack…Zaki… ada di dalem gak?” Sontak
Zaki bangun, wah bisa berabe kalo nanyain duit sewa kamar nie, pikir
Zaki. Dengan cepat meraih handuk, pura-pura lagi mandi aja ah, ntar juga
bu Lily pergi sendiri. Setelah masuk kamar mandi kembali terdengar
suara bu Lily,” Zaki lagi tidur ya..?” dan dari kamar mandi Zaki
menyahut sedikit teriak,” lagi mandi bu….”
Sesaat tidak ada sahutan, tapi kemudian suara bu Lily jadi dekat,”ya
udah mandi aja dulu Zack, ibu tunggu di sini ya…” eh ternyata masuk ke
kamar, Zaki tadi gak mengunci pintu. “busyet dah, terpaksa bener-bener
harus mandi nie,”pikir Zaki.
Sekitar lima belas menit Zaki di kamar mandi, sengaja mandinya agak
dilamain dengan maksud siapa tau bu Lily bosan trus gak jadi nunggu.
Tapi rasanya percuma lama-lama toh bu Lily sepertinya masih menunggu.
Akhirnya keluar juga Zaki dari kamar mandi, dengan hanya handuk yang
melilit di pinggang, tidak pakai celana dalem lagi, maklum tadi gak
sempet ambil karena terburu-buru.
Bu Lily tersenyum manis melihat Zaki yang salah tingkah,”lama juga kamu
mandi ya Zack…” bu Lily membuka pembicaraan. “pasti bersih banget
mandinya ya…” gurau bu Lily sambil sejenak melirik dada bidang Zaki. “ah
ibu bisa aja… biasa aja kok bu.., oia ada apa ya bu..?” jawab Zaki
sekenanya saja sambil mengambil duduk di pinggiran tempat tidur. Bu Lily
mendekat dan duduk di samping Zaki, “Cuma mau ngingetin aja, uang sewa
kamarmu dah telat 3 bulan lho… trus mau ngobrol-ngobrol aja sama kamu,
kan dah lama gak ngobrol, kamu sie pergi mlulu…”ucap bu Lily. Zaki jadi
kikuk,”wahduh… kalo uang sewanya ntar aku bayar cicil boleh gak bu?
Soalnya lagi seret nie…” jawab Zaki dengan sedikit memohon.
Bu Lily terlihat sedikit berpikir…”mmmm… boleh deh, tapi jangan
lama-lama ya… emang uangmu di pakai untuk apa sie?” terlihat bu Lily
sedikit menyelidik. “hmmm… pasti buat cewe mu ya…”dia terlihat kurang
senang.
“ah nggak juga kok bu….. saya emang lagi ada keperluan,” jawab Zaki hati-hati melihat raut wajah bu Lily yang kurang senang.
“huh…laki-laki sama aja, kalo lagi ada maunya, apa aja pasti di kasih
pada perempuan yang lagi di dekatinya, hhhh… sama aja dengan
suamiku….”keluh bu Lily dengan nada kesal.
Waduh nampaknya bu Lily lagi marahan nie sama suaminya, jangan-jangan
amarahnya ditumpahkan pula sama Zaki. Dengan cepat Zaki menjawab,”tapi
saya janji kok bu, akan saya lunasi kok…”
“hhhhh….”bu Lily menghela nafas,”udahlah Zack, gak apa-apa kok, gak di
bayar juga kalo buat kamu ga masalah… ibu Cuma lagi kesel aja sama
suamiku, dia cuma perhatiannya sama Marni terus… aku seperti gak
dianggap lagi, mentang-mentang Marni jauh lebih muda ya.”
sedikit penjelasan bahwa bu Lily ini istri pertama dari pak Kardi,
sedangkan istri keduanya bu Marni. Dan sekarang sepertinya pak Kardi
lebih sering tinggal di rumahnya yang satu lagi bersama bu Marni dan bu
Lily tampaknya udah mulai kesepian nie
“wah kalo masalah keluarga sie aku kurang paham bu…. “jawab Zaki kikuk
“gak apa-apa Zack, ibu hanya mau curhat aja sama kamu… boleh kan Zack?”
suara bu Lily sendu. Agak lama terdiam, terdengar tarikan nafas bu Lily
terasa berat, dan sedikit sesunggukan, waduh lama-lama bisa nangis nie,
gawat dong pikir Zaki.
“udah bu jangan terlalu dipikirkan, nanti juga pak Kardi kembali lagi
kok, kan ibu juga gak kalah cantiknya sama bu Marni,”Zaki bermaksud
menghibur.
“ah kamu Zack… emang ibu masih cantik menurutmu?” bu Lily menatap sendu
ke arah Zaki, terlihat dua butir air mata mengalir di pipinya. Uhh….
ingin rasanya Zaki menghapus air mata itu, pak Kardi emang keterlaluan
masa wanita cantik nan elok seperti ini dianggurin sie, coba Zaki bisa
berbuat sesuatu… busyet… Zaki memaki dalam hati… “kenapa otak gwa jadi
kotor gini.”
Dengan sedikit gugup Zaki menjawab,”mmm…eee…iya kok bu, ibu masih
cantik, kalo masih gadis mungkin aku yang duluan tergoda.” Uupsss ….
Maksud hati ingin menghibur, tapi kenapa kata-kata yang menggoda yang
keluar dari mulut… gerutu Zaki dalam hati. Zaki jadi panik,
jangan-jangan bu Lily marah dengan ucapan Zaki. Tapi ternyata Zaki
salah, karena bu Lily tersenyum, manis sekali dengan deretan gigi yang
putih dan rapi,”ih Zaki bisa aja menghibur…. Iya juga sie, kalo masih
gadis bisa aja tergoda, pantes aja suamiku gak ngelirik aku lagi, bis
nya dah tua sie…” rona wajah bu Lily berubah sedih lagi,”kalo menurutmu
Zack, apa ibu emang gak menarik lagi…?” sambil berdiri dan memperhatikan
tubuhnya kemudian menatap Zaki minta penilaian. Terang aja Zaki makin
kikuk,”wah aku mau ngomong apa ya bu…? Takutnya nanti di bilang lancang
lho… tapi kalo mau jujur…. Ibu cantik banget, seperti masih 30an deh.”
Bu Lily tampaknya senang dengan pujian itu,”hmmm.. kamu ada-ada aja
saja… ibu udah 43 lho.. emang Zaki liat dari mananya bisa bilang
begitu?”
Zaki jadi cengar cengir,” ….itu penilaian laki-laki lho bu, saya malu bilangin nya.”
Bu Lily kembali duduk mendekat, sekarang malah sangat dekat hampir
merapat ke Zaki sambil berkata,” ah.. gak perlu malu…. Bilang aja…”
Nafas Zaki terasa sesak, badan nya terasa panas dingin menghadapi
tatapan bu Lily, matanya indah dengan bulu mata yang lentik, sesaat
kemudian Zaki mengalihkan pandangan ke arah tubuh bu Lily mencari alasan
penilaian tadi, uups baru deh Zaki memperhatikan bahwa bu Lily memakai
baju terusan seperti daster tapi dengan lengan yang berupa tali dan
diikat simpul di bahunya. Hmmm .. kulit itu mulus kuning langsat dengan
tali baju dan tali bra yang saling bertumpuk di bahu, pandangan Zaki
beralih ke bagian depan uupss… terlihat belahan dada yang hmmm…
sepertinya buah dada itu lumayan besar. Sentuhan lembut tangan bu Lily
di paha Zaki yang masih dibungkus handuk cepat menyadarkan Zaki. Dengan
penuh selidik bu Lily bertanya,”lho… kok jadi bengong sie..? apa dong
alasannya tadi bilang ibu masih 30an…”
Zaki sedikit tergagap karena merasa ketahuan terlalu lama memandangi
tubuh bu Lily,”mmm… eeemm.. ibu benar-benar masih cantik, kulitnya masih
kencang… masih sangat menggoda…”
Tidak ada jawaban dari mulut bu Lily, hanya pandangan mata yang kini
saling beradu, saling tatap untuk beberapa saat… dan seperti ada magnet
yang kuat, wajah bu Lily makin mendekat, dengan bibir yang semakin
merekah. Zaki pun seakan terbawa suasana, dan tanpa komando lagi, Zaki
menyambut bibir merah bu Lily, desahan nafas mulai terasa berat
hhhh…hhhh…ciuman terus bertambah dahsyat, bu Lily menjulurkan lidahnya
masuk menerobos ke mulut Zaki, dan dibalas dengan lilitan lidah Zaki
sehingga lidah tersebut berpilin-pilin dan kemudian deru nafas semakin
berat terasa.
Dengan naluri yang alami, tangan Zaki merambat naik ke bahu bu Lily,
dengan sekali tarik, terlepas tali pengikat baju di bahu tersebut dan
dengan lembut Zaki meraba bahu bu Lily sampai ke lehernya…. Kemudian
turun ke arah dada, dengan remasan lembut Zaki meremas payudara yang
masih terbungkus bra itu. “hhhhh…hhhh” nafas bu Lily mulai terasa
menggebu, nampaknya gairah birahinya mulai memuncak. Jemari lentik bu
Lily tak ketinggalan meraba dan mengelus lembut dada Zaki… melingkari
pinggang Zaki, mencari lipatan handuk, hendak membukanya…
Uupps…. Zaki tersentak dan sadar….,”ups…hhh… maaf bu… maaf bu… saya
terbawa suasana….” Zaki tertunduk tak berani menatap bu Lily sambil
merapikan kembali handuknya, baru kemudian dengan sedikit takut melihat
ke arah bu Lily.
Terlihat bu Lily pun agak tersentak, tapi tidak berusaha merapikan
pakaiannya, sehingga tubuh bagian atas yang hanya tertutup bra itu
dibiarkan terbuka. Pemandangan yang menakjubkan. “napa Zack… kita sudah
memulainya… dan kamu sudah membangkitkan kembali gairah ibu yang lama
terpendam… kamu harus menyelesaikannya Zack…” tatapan bu Lily terlihat
semakin sendu…
“mmm… ibu gak marah..? gimana nanti kalo ada yang lihat bu… bisa gawat dong… pak Kardi juga bisa marah besar bu…” jawab Zaki.
Tanpa menjawab bu Lily bangkit berdiri, namun karena tidak merapikan
pakaiannya, otomatis baju terusan yang dipakai jadi melorot jatuh ke
lantai. Zaki terpana melihat tubuh indah itu, sedikit berlemak di perut
dan bokongnya namun itu malah menambah seksi lekuk tubuh bu Lily.
Kemudian dengan tenang bu Lily melangkah ke arah pintu kamar dan
menguncinya. Saat berjalan membelakangi Zaki itu nampak gerakan bokong
bu Lily naik turun, dan perasaan Zaki semakin tegang dengan nafsu yang
semakin tak tertahankan, demikian juga saat bu Lily berbalik dan
melangkah kembali menuju tempat tidur, Zaki tidak melepaskan sedikit pun
gerakan bu Lily. Sampai bu Lily berdiri dekat di depan Zaki dan
berkata,”kamarnya udah di kunci Zack, dan gak ada yang akan
mengganggu….”
Zaki tidak langsung menjawab, menghidupkan tape dengan suara yang agak
besar, setidaknya untuk menyamarkan suara yang ada di ruangan. Bu Lily
kembali duduk di pinggiran tempat tidur, dan membuka bra yang
digunakannya. Zaki mendekat dan duduk di samping bu Lily… hmmm… nampak
payudara itu masih montok dan kenyal, ingin Zaki langsung melahap dengan
mulut dan menjilatnya.
Bu Lily yang memulai gerakan dengan melingkarkan lengannya ke leher
Zaki, menarik wajah dan langsung melumat bibir Zaki dengan nafsu yang
membara. Zaki membalas dengan tidak kalah sengit, sambil meladeni
serangan bibir dan lidah bu Lily, tangan Zaki meremas payudara montok
milik bu Lily. Desahan nafas menderu di seputar ruangan, diselingi
alunan musik menambah gairah. Setelah beberapa saat, bu Lily mendorong
lembut badan Zaki, menyudahi pertempuran mulut dan lidah, dengan nafas
yang memburu. Zaki mendorong lembut tubuh bu Lily, berbaring terlentang
dengan kaki tetap menjuntai di pinggiran tempat tidur. Dada yang penuh
dengan gunung kembar itu seakan menantang dengan puting yang telah
tegang. Tanpa menunggu lagi Zaki melaksanakan tugasnya menjelajahi
gunung kembar itu mulai dari lembah antara, melingkari dan menuju puncak
puting. Dengan gemas Zaki menyedot dan memainkan puting susu itu sambil
tangan meremas payudara kembarannya ………………… “HHHH…. AHHH….MMMH….”suara
bu Lily mulai kencang terdengar, desahan-desahan nikmat yang semakin
menggairahkan. Zaki melanjutkan penjelajahan dengan menyusuri lembah
payudara menuju perut dan sebentar memainkan lidah pada udel bu Lily
yang menggelinjang kegelian.
Zaki menghentikan penjelajahan lidah, kemudian dengan cekatan menarik
celana dalam bu Lily, melepaskan dan membuang ke lantai. Dengan spontan
bu Lily mengangkat kaki ke atas tempat tidur dan memuka lebar pahanya,
terlihat gundukan vagina dengan rambut-rambut yang tertata rapi. Zaki
mulai kembali aksi dengan menjilati menyusuri paha bu Lily yang halus
mulus, terus mendekat ke selangkangan menemui bibir vagina yang mulai
mengeluarkan cairan senggama. Tanpa menunggu lama, Zaki menyapu cairan
senggama itu dengan lidahnya dan meneruskan penjelajahan lidah sepanjang
bibir vagina bu Lily dan sesekali menggetarkan lidah pada klitorisnya
yang membuat bu Lily mengerang kenikmatan,”AHHHH…. MMMMH… HHH…
Zack….UHH…”desahan birahi yang memuncak dari bu Lily membuat Zaki
semakin bersemangat dan sesekali lidah di julurkan mencoba masuk ke
liang senggama yang menanti pemenuhan itu.
Setelah beberapa menit Zaki mengeksplorasi liang kewanitaan itu,
nampaknya bu Lily tidak sabar lagi menuntut pemenuhan hasrat
birahinya,”Zack…. Ayo sayang… masukkin Zack… hhhh…mmmmh.” Suara bu Lily
ditingkahi desahan-desahan yang semakin kencang.
Dengan tenang Zaki menyudahi penjelajahan lidah dan bersiap bertempur
yang sesungguhnya. Dengan sekali tarik lepaslah handuk yang melilit di
pinggang dan bebas mengacung penis dengan bagian kepala yang merah
mengkilap. Bu Lily semakin membuka lebar pahanya, besiap menanti
pemenuhan terhadap liang wanitanya. Zaki naik ke tempat tidur dan
langsung mengarahkan batang penis ke arah vagina bu Lily yang dengan
sigap lansung meraih dan meremas batang kemaluan Zaki dan membantu
mengarahkannya tepat ke liang vaginanya.
Dengan sekali dorongan penis Zaki amblas sampai setengahnya. Zaki
menahan gerakan sebentar menikmati prosesi masuknya penis yang disambut
desahan bu Lily,” AHHH….TERUSKAN ZACK….AHHH.” kemudian dengan meresapi
masuknya penis sampai sedalam-dalamnya. Setelah dorongan pertama dan
batang zakar yang masuk seluruhnya barulah Zaki memompa menaik turunkan
pantat dengan irama beraturan seakan mengikuti irama musik yang terasa
semakin menggebu dan hot.
Zaki bertumpu pada kedua siku lengan sedangkan bu Lily mencengkam
punggung Zaki, meresapi dorongan dan tarikan penis yang bergerak nikmat
di liang senggamanya. Suara desahan bercampur aduk dengan alunan musik
dan peluh mulai bercucuran di sekujur tubuh,”AH..AH..AH..MMH…MHH…HHHH.”
tak hentinya desahan meluncur dari bibir Zaki dan bu Lily. Sesaat Zaki
menghentikan gerakan untuk mencoba mengambil nafas segar, bu Lily
memeluk Zaki dan menggulingkan badan tanpa melepas penis yang tetap
berada di liang vaginanya. Dengan posisi di atas dan setengah
berjongkok, bu Lily memompa dan menaikturunkan pantatnya dengan badan
bertumpu pada lengan. Sesekali bu Lily memutar pantatnya dan kemudian
memasukkan batang zakar Zaki lebih dalam. Zaki tak diam saja, tangan
meremas kedua payudara yang menggantung bebas dan menarik-narik puting
susu bu Lily. Suasana makin membara dengan peluh yang bercucuran, sampai
saat bu Lily seperti tak sanggup melanjutkan pompaan karena birahi yang
hendak mencapai puncak pemenuhan. Dengan sigap Zaki membalikkan posisi,
bu Lily kembali berada di bawah, dengan mempercepat tempo dorongan Zaki
meneruskan pertempuran. “Zack…AHH..AH..AH..UH…TERUS ZACK…. AHHH…AHH IBU
SAMPAI…ZACK….AHHHHHHHHH… MMMMMHHH.” Setelah teriakan tertahan bu Lily
mengatup bibirnya menikmati orgasme yang didapat, tubuhnya sedikit
bergetar. Zaki merasa vagina yang mengalami orgasme itu berkedut-kedut
seperti menyedot zakarnya.Zaki menikmatinya dengan memutar –mutar
pantatnya dan memasukkan lebih dalam lagi batang zakarnya, dan terasa
ada dorongan kuat menyelimuti batang zakarnya, semakin besar dan sesaat
Zaki kembali mendorong batangnya dengan cepat dan saat terakhir menarik
keluar batanga zakarnya dan melepaskan air maninya di atas perut bu
Lily…. Yang dengan cepat meraih penis Zaki dan mengocoknya sampai air
mani itu berhenti muncrat, dengan lembut bu Lily mengusap penis yang
mulai turun ketegangannya. Zaki membaringkan tubuhnya disamping bu Lily.
Terdiam untuk beberapa saat.
Bu Lily bangkit duduk meraih kain di pinggiran tempat tidur dan menyeka
sisa air mani di perutnya. Kemudian dengan manja membaringkan tubuhnya
diatas Zaki. “makasih ya sayang… ini rahasia kita berdua… I love u
Zack,” bisik mesra bu Lily di telinga Zaki.
“mmm…baik bu…”belum sempat Zaki menyelesaikan ucapannya, jari telunjuk
bu Lily menempel di bibirnya, “kalo lagi berdua gini jangan pangil ibu
dong…”ucap bu Lily manja.
“iya sayang….” Balas Zaki, senyum manis merekah di bibir seksi bu Lily.
Setelah itu dengan cepat Zaki dan bu Lily merapikan pakaian, dan sebelum
meninggalkan Zaki, bu Lily berbisik mesra,”sayang… tar malem suamiku
gak ada di rumah….. aku tunggu di kamar ya… berapa ronde pun dilakoni
buat Zaki sayang.” Sambil berpelukan mesra, Zaki menyanggupi ajakan bu
Lily.
=============================================================
Teman Suamiku
Sebut saja nama ku Tyas, wanita umur 30 thn dan orang-orang bilang
bentuk tubuhku amatlah proposional, tinggi 170 cm berat 55kg dan ukuran
buah dada 34B, ditunjang wajah cantik (itu juga orang-orang yang bilang)
dan kulit putih cerah. Sebelumnya aku memang sering bekerja menjadi SPG
pada pameran mobil dan banyak orang mengelilingi mobil yang aku
pamerkan bukan utk melihat mobil tetapi untuk melihatku.
Menikah dengan Roni, 30 thn, seorang pekerja sukses. Kami memang sepakat
utk tidak punya anak terlebih dahulu dan kehidupan seks kami baik-baik
saja, Roni dapat memenuhi kebutuhan seks ku yang boleh dibilang agak
hyper..sehari bisa minta 2 sesi pagi sebelum Roni berangkat kerja dan
malam sebelum tidur.
Dan cerita ini berawal dari kesuksesan Roni bekerja di kantornya dan
mendapat kepercayaan dari sang atasan yang sangat baik. Kepercayaan ini
membuat dia sering harus bekerja overtime, pada awalnya aku bisa
menerima semua itu tetapi kelamaan kebutuhan ini harus dipenuhi juga dan
itulah yang membuat kami sering bertengkar karena kadang Roni harus
berangkat lebih pagi dan lewat tengah malam baru pulang.
Dan mulailah cerita ini ketika Roni mendapat tanggung jawab untuk
menangani suatu proyek dan dia dibantu oleh rekan kerjanya Bram dari
luar kota. Pertama diperkenalkan Bram langsung seperti terkesima dan
sering menatapku, hal itu membuatku risih. Bram cukup tampan gagah dan
kekar.
Karena tuntutan pekerjaan dan efisiensi, kantor Roni memutuskan agar
Bram tinggal di rumah kami utk sementara. Dan memang mereka berdua
sering bekerja hingga larut malam di rumah kami. Bram tidur di kamar
persis di seberang kamar kami.
Sering di malam hari aku berpamitan tidur matanya yang nakal suka
mencuri pandang diantara sela-sela baju tidur yang aku kenakan. Aku
memang senang tidur bertelanjang agar jika Roni datang bisa langsung
bercinta.
Pernah suatu saat ketika pagi hari kami aku dan Roni bercinta di dapur
waktu masih pagi sekali dengan posisiku duduk di meja dan Roni dari
depan, tiba-tiba Bram muncul dan melihat kami, dia menempelkan telunjuk
dimulutnya agar aku tidak menghentikan kegiatan kami, karena kami sedang
dalam puncaknya dan Roni yang membelakangi Bram dan aku juga tidak tega
menghentikan Roni, akhirnya ku biarkan Bram melihat kami bercinta tanpa
Roni sadari hingga kami berdua orgasme. Dan aku tahu Bram melihat tubuh
telanjangku ketika Roni melepaskan penisnya dan terjongkok di bawah
meja.
Setelah kejadian itu Bram lebih sering memperhatikan tiap lekuk tubuhku.
Sampai suatu waktu ketika pekerjaan Roni benar2 sibuk sehingga hampir
seminggu tidak menyentuhku. Di hari Jum’at kantor tempat Roni bekerja
mengadakan pesta dinner bersama di rumah atasan Roni . Rumahnya terdiri
dari dua lantai yang sangat mewah di lantai 2 ada semacam galeri barang2
antik. Kami datang bertiga dan malam itu aku mengenakan pakaian yang
sangat seksi, gaun malam warna merah yang terbuka di bagian belakang dan
hanya dikaitkan di belakang leher oleh kaitan kecil sehingga tidak
memungkinkan memakai BH, bagian bawahpun terdapat sobekan panjang hingga
sejengkal di atas lutut, malam itu saya merasa sangat seksi dan Bram
pun sempat terpana melihatku keluar dari kamar. Sebelum berangkat aku
dan Roni sempat bercinta di kamar dan tanpa sepengetahuan kami ternya
Bram mengintip lewat pintu yang memang kami ceroboh tidak tertutup
sehingga menyisakan celah yang cukup untu melihat kami dari pantulan
cermin, sayangnya karena letih atau terburu-buru mau pergi Roni orgasme
terlebih dahulu dan aku dibiarkannya tertahan. Dan Bram mengetahui hal
itu.
Malam itu ketika acara sangat ramai tiba-tiba Roni dipanggil oleh
atasannya untuk diperkenalkan oleh customer. Roni berkata padaku untuk
menunggu sebentar, sambil menunggu aku ke lantai 2 untuk melihat barang2
antik, di lantai 2 ternyata keadaan cukup sepi hanya 2-3 orang yang
melihat-lihat di ruangan yang besar itu. Aku sangat tertarik oleh sebuah
cermin besar di pojokan ruangan, tanpa takut aku melihat ke sana dan
mengaguminya juga sekaligus mengagumi keseksian tubuhku di depan cermin,
tanpa ku sadari di sampingku sudah berada Bram .
“Udah nanti kacanya pecah lho..cakep deh..!”, canda Bram
“Ah bisa aja kamu Bram”,balasku tersipu.
Setelah berbincang2 di depan cermin cukup lama Bram meminta tolong
dipegangkan gelasnya sehingga kedua tanganku memegang gelasnya dan
gelasku.
“Aku bisa membuat kamu tampak lebih seksi”,katanya sambil langsung
memegang rambutku yang tergerai dengan sangat lembut. Tanpa bisa
mengelak dia telah menggulung rambutku sehingga menampak leherku yang
jenjang dan mulus dan terus terang aku seperti terpesona oleh keadaan
diriku yang seperti itu. dan memang benar aku terlihat lebih seksi. Dan
saat terpesona itu tiba-tiba tangan Bram meraba leherku dan membuatku
geli dan detik berikutnya Bram telah menempelkan bibirnya di leher
belakangku, daerah yang paling sensitif buatku sehingga aku lemas dan
masih dengan memegang gelas Bram yang telah menyudutkanku di dinding dan
menciumi leherku dari depan. “Bram apa yang kamu lakukan..lepaskan aku
Bram..lepas..!”,rontaku tapi Bram tahu aku tidak akan berteriak di
suasana ini karena akan mempermalukan semua orang.
Bram terus menyerangku dengan kedua tanganku memegang gelas dia bebas
meraba buah dadaku dari luar dan terus menciumi leherku, sambil
meronta-ronta aku merasakan gairahku meningkat, apalagi saat tiba-tiba
tangan Bram mulai meraba belahan bawah gaunku hingga ke selangkanganku.
“Bram..hentikan Bram aku mohon..tolong Bram..jangan lakukan
itu..”,rintihku, tapi Bram terus menyerang dan jari tengah tangannya
sampai di bibir vaginaku yang ternyata telah basah karena serangan itu.
Dia menyadari kalau aku hanya mengenakan G-string hitam dengan kaitan di
pinggirnya, lalu dengan sekali sentakan dia menariknya dan terlepaslah
G-stringku. Aku terpekik pelan apalagi merasakan ada benda keras
mengganjal pahaku. Ketika Bram sudah semakin liar dan akupun tidak dapat
melepaskan, tiba-tiba terdengar suara Roni memanggil dari pinggir
tangga yang membuat pegangan himpitan Bram terlepas, lalu aku langsung
lari sambil merapikan pakaian ku menuju Roni yang tidak melihat kami dan
meninggalkan Bram dengan G-string hitamku. Aku sungguh terkejut dengan
kejadian itu tapi tanpa disadari aku merasakan gairah yang cukup tinggi
merasakan tantangan melakukan di tempat umum walau dalam kategori
diperkosa.
Ternyata pesta malam itu berlangsung hingga larut malam dan Roni
mengatakan dia harus melakukan meeting dengan customer dan atasannya dan
dia memutuskan aku untuk pulang bersama Bram. Tanpa bisa menolak
akhirnya malam itu aku diantar Bram, diperjalanan dia hanya mengakatakan
“Maaf Tyas..kamu sungguh cantik malam ini.” Sepanjang jalan kami tidak
berbicara apaun. Hingga sampai dirumah aku langsung masuk ke dalam kamar
dan menelungkupkan diri di kasur, aku merasakan hal yang aneh antara
malu aku baru saja mengalami perkosaan kecil dan perasaan malu mengakui
bahwa aku terangsang hebat oleh serangan itu dan masih menyisakan
gairah. Tanpa sadar ternyata Bram telah mengunci semua pintu dan masuk
ke dalam kamarku, aku terkejut ketika mendengar suaranya’, “Tyas aku
ingin mengembalikan ini”‘ katanya sambil menyerahkan G-stringku berdiri
dengan celana pendek saja, dengan berdiri aku ambil G-stringku dengan
cepat, tapi saat itu juga Bram telah menyergapku lagi dan langsung
menciumiku sambil langsung menarik kaitan gaun malamku, maka bugilah aku
diahadapannya. Tanpa menunggu banyak waktu aku langsung dijatuhkan di
tempat tidur dan dia langsung menindihku. Aku meronta-ronta sambil
menendang-nendang?”Bram..lepaskan aku Bram..ingat kau teman suamiku
Bram..jangan..ahh..aku mohon”, erangku ditengah rasa bingung antara
nafsu dan malu, tapi Bram terus menekan hingga aku berteriak saat
penisnya menyeruak masuk ke dalam vaginaku, ternyata dia sudah siap
dengan hanya memakai celana pendek saja tanpa celana dalam.
“Ahhhh?Braam..kau..:’ Lalu mulailah dia memompaku dan lepaslah
perlawananku, akhirnya aku hanya menutup mata dan menangis
pelan..clok..clok..clok..aku mendengar suara penisnya yang besar keluar
masuk di dalam vaginaku yang sudah sangat basah hingga memudahkan
penisnya bergerak. Lama sekali dia memompaku dan aku hanya terbaring
mendengar desah nafasnya di telingaku, tak berdaya walau dalam hati
menikmatinya. Sampai kurang lebih satu jam aku akhirnya melenguh panjang
“Ahhh?..” ternyata aku orgasme terlebih dahulu, sungguh aku sangat malu
mengalami perkosaan yang aku nikmati. Sepuluh menit kemudian Bram
mempercepat pompaannya lalu terdengar suara Bram di telingaku
“Ahhh..hmmfff?” aku merasakan vaginaku penuh dengan cairan kental dan
hangat sekitar tiga puluh deti kemudian Bram terkulai di atasku.
“Maaf Tyas aku tak kuasa menahan nafsuku..”bisiknya pelan lalu berdiri
dan meninggalkanku terbaring dan menerawang. hinga tertidur Aku tak tahu
jam berapa Roni pulang hingga pagi harinya.
Esok paginya di hari sabtu seperti biasa aku berenang di kolam renang
belakang,, Roni dan Bram berpamitan untuk nerangkat ke kantor. Karena
tak ada seorang pun aku memberanikan diri untuk berenang tanpa pakaian.
Saat asiknya berenang tanpa disadari, Bram ternyata beralasan tidak enak
badan dan kembali pulang, karena Roni sangat mempercayainya maka dia
izinkan Bram pulang sendiri. Bram masuk dengan kunci milik Roni dan
melihat aku sedang berenang tanpa pakaian. Lalu dia bergerak ke kolam
renag dan melepaskan seluruh pakaiannya, saat itulah aku sadari
kedatangannya, “Bram..kenapa kau ada di sini?” tanyaku, “Tenang Tyas
suaimu ada di kantor sedang sibuk dengan pekerjaannya”, aku melihat
tubuhnya yang kekar dan penisnya yang besar mengangguk angguk saat dia
berjalan telanjang masuk ke dalam kolam “Pantas sajaku semalam vaginaku
terasa penuh sekali”‘pikirku. Aku buru-buru berenang menjauh tetai tidak
berani keluar dr dalam kolam karena tidak mengenakan pakaian apapun
juga. Saat aku bersandar di pingiran sisi lain kolam, aku tidak melihat
ada tanda2 Bram di dalam kolam. Aku mencari ke sekeliling kolam dan
tiba-tiba aku merasakan vaginaku hangat sekali, ternyata Bram ada di
bawah air dan sedang menjilati vaginaku sambil memegang kedua kakiku
tanpa bisa meronta.
Akhirnya aku hanya bisa merasakan lidahnya merayapai seluruh sisi
vaginaku dan memasuki liang senggamaku..aku hanya menggigit bibir
menahan gairah yang masih bergelora dari semalam. Cukup lama dia
mengerjai vaginaku, nafasnya kuat sekali pikirku. Detik berikutnya yang
aku tahu dia telah berada di depanku dan penisnya yang besar telah
meneyruak menggantian lidahnya? “Arrgghh..” erangku menahan nikmat yang
sudah seminggu ini tidak tersentuh oleh Roni. Akhirnya aku membiarkan
dia memperkosaku kembali dengan berdiri di dalam kolam renang. Sekarang
aku hanya memeluknya saja dan membiarkan dia menjilati buah dadaku
sambil terus memasukan penisnya keluar masuk. Bahkan saat dia tarik aku
ke luar kolam aku hanya menurutinya saja, gila aku mulai menikamti
perkosaan ini, pikirku, tapi ternyata gairahku telah menutupi kenyataan
bahwa aku sedang diperkosa oleh teman suamiku. Dan di pinggir kolam dia
membaringkanku lalu mulai menyetubuhi kembai tubuh mulusku..”Kau sangat
cantik dan seksi Tyas..ahh” bisiknya ditelingaku.
Aku hanya memejamkan mata berpura-pura tidak menikmatinya, padahal kalau
aku jujur aku sangat ingin memeluk dan menggoyangkan pantatku
mengimbangi goyangan liarnya. Hanya suara eranggannya dan suara penisnya
maju mundur di dalam vaginaku, clok..clok..clep..dia tahu bahwa aku
sudah berada dalam kekuasaannya. Beberapa saat kemudian kembali aku yang
mengalami orgasme diawali eranganku “Ahhh..” aku menggigit keras
bibirku sambil memegang keras pinggiran kolam, “Nikmati sayang?”demikian
bisiknya menyadari aku mengalami orgasme. Sebentar kemudian Bram lah
yang berteriak panjang, “Kau hebat Tyas..aku cinta kau..AAHHH..HHH” dan
aku merasakan semburan kuat di dalam vaginaku. Gila hebat sekali dia
bisa membuatku menikmatinya pikirku. Setelah dia mencabut penisnya yang
masih terasa besar dan keras, aku reflek menamparnya dan memalingkan
wajahku darinya. Aku tak tahu apakah tamparan itu berarti kekesalanku
padanya atau karena dia mencabut penisnya dari vaginaku yang masih
lapar.
Setelah Roni pulang herannya aku tidak menceritakan kejadian malam lalu
dan pagi tadi, aku berharap Roni dapat memberikan kepuasan padaku.
Dengan hanya menggenakan kimono dengan tali depan aku dekati Roni yang
masih asik di depan komputernya di dalam kamar, lalu aku buka tali
kimonoku dan kugesekan buah dadaku yang besar itu ke kepalanya dari
belakang, berharap da berbalik dan menyerangku. Ternyta yang kudapatkan
adalah bentakannya “Tyas..apakah kamu tak bisa melihat kalau aku sedang
sibuk? Jangan kau ganggu aku dulu..ini untuk masa depan kita” teriaknya
keras. Aku yakin Bram juga mendengar teriakannya. Aku terkejut dan
menangis, lalu aku keluar kamar dengan membanting pintu, lalu aku pergi
ke pinggir kolam dan duduk di sana merenung dan menahan nafsu. Dari
kolam aku bisa melihat bayangan di Roni di depan komputer dan lampu di
kamar Bram. Tampak samar-samar Bram keluar dari kamar mandi tanpa
sehelai benangpun menutupi tubuhnya. Karena di luar gelap tak mungkin
dia melihatku.
Tanpa sadar aku mendekat ke jendelanya dan memperhatikan Bram
mengeringkan tubuh. Gila kekar sekali tubuhnya dan yang menarik
perhatianku adalah penisnya yang besar dan tegang mengangguk-angguk
bergoyang sekanan memanggilku. Aku malu sekali mengagumi dan
mengaharapkan kembali penis itu masuk ke dalam vaginaku yang memang
masih haus. Perlahan aku membelai-belai vaginaku hingga terasa basah,
akhirnya aku memutuskan untuk memintanya pada Bram, dengan hati yang
berdebar kencang dan nafsu yang sudah menutupi kesadaran, aku nekat
masuk ke dalam kamar Bram dan langsung mengunci pintu dari dalam. Bram
sangat terkejut “Tyas..apa yang kamu lakukan?”, aku hanya menempelkan
telunjuk di bibirku dan memberi isyarat agar tidak bersuara karena Roni
ada di kamar seberang. Langsung aku membuka pakaian tidurku dan
terpampanglah tubuh putih mulusku tanpa sehelai benagpun di hadapannya,
Bram hanya terperangah dan menatap kagum pada tubuhku. Bram tersenyum
sambil memperlihatkan penisnya yang semakin membesar dan tampak berotot.
Dengan segera aku langsung berlutut di hadapannya dan mengulum
penisnya, Bram yang masih terkejut dengan kejadian ini hanya mendesah
perlahan merasakan penisnya aku kulum dan hisap dengan nafsuku yang
sudah memuncak.
Sambil mulutku tetap di dalam penisnya aku perlahan naik ke atas tempat
tidur dan menempatkan vaginaku di mulut Bram yang sudah terbaring, dia
mengerti maksudku dan langsung saja lidahnya melahap vaginaku yang sudah
sangat basah, cukup lama kami dalam posisi itu, terinat akan Roni yang
bisa saja tiba-tiba datang aku langsung mengambil inisiatif untuk
merubah posisi dan perlahan duduk di atas penisnya yang sudah mengacung
tegang dan besar panjang. Perlahan aku arahkan dan masukan ke dalam
lubang vaginaku, rasanya berbeda dengan saat aku diperkosanya, perlahan
tapi pasti aku merasaskan suatu sensasi yang amat besar sampai akhirnya
keseluruhan batang penis Bram masuk ke dalam vaginaku
“Ahh..sssfff..Braaam!” erangku perlahan menahan suara gairahku agar
tidak terdengar, aku merasakan seluruh penisnya memenuhi vaginaku dan
menyentuh rahimku. Sungguh suatu sensasi yang tak terbayangkan, dan
sensasi itu semakin bertambah saat aku mulai menggoyangkan pantatku naik
turun sementara tangan Bram dengan puasnya terus memainkan kedua buah
dadaku memuntir-muntir putingku hingga berwarna kemerahan dan keras
“ahh..ahh..” demikian erangan kami perlahan mengiringi suara penisnya
yan keluar masuk vaginaku clok..clok..clok? Tak tahan dengan nafsunya
mendadak Bram duduk dan mengulum buah dadaku dengan rakusnya bergantian
kiri kanan bergerak ke leher dan terus lagi. Aku sungguh tak dapat
menahan gairah yang selama ini terpendam.
Mungkin karena nafsu yang sudah sangat tertahan atau takut Roni
mendengar tak kuasa aku melepaskan puncak gairahku yang pertama sambil
mendekap erat Bram dan menggigit pundaknya agar tidak bersuara, kudekap
erta Bram seakan tak dapat dilepaskan mengiringi puncak orgasmeku. Bram
merasakan penisnya disiram cairan hangat dan tahu bahwa aku mengalami
orgasme dan membiarkanku mendekapnya sangat erat sambil memelukku dengan
belaian hangatnya. Selesai aku orgasme sekiat 30 detik, Bram membalikan
aku dengan penisnya masih tertancap di dalam vaginaku. Bram mulai
mencumbuku dengan menjilati leher dan putingku perlahan, entah mengapa
aku kembali bernafsu dan membalas ciumannya denga mesra, lidah kami
saling berpagutan dan Bram merasakan penisnya kembali dapat keluar masuk
dengan mudah karena vaginaku sudah kembali basah dan siap menerima
serangan berikutnya. Dan Bram langsung memompa penisnya dengan semangat
dan cepat membuat tubuhku bergoyang dan buah dadaku bergerak naik turun
dan sungguh suara yang timbul antara erangan kami berdua yang tertahan
derit tempat tidur dan suara penisnya keluar masuk di vaginaku kembali
membakar gairahku dan aku bergerak menaik turunkan pantatku untuk
mengimbangi Bram.
Dan benar saja 10 menit kemudian aku sampai pada puncak orgasme yang
kedua, dengan meletakan kedua kakiku dan menekan keras pantatnya hingga
penisnya menyentuh rahimku. Kupeluk Bram dengan erat yang membiarkan aku
menikmati deburan ombak kenikmatan yang menyerangku berkali-kali
bersamaan keluarnya cairanku. Kugigit bibirku agar tidak mengeluarkan
suara, cukup lama aku dalam keadaan ini dan anehnya setelah selesai aku
berada dalam puncak ternyata aku sudah kembali mengimbangi gerakan Bram
dengan menaik turunkan pantatku. Saat itulah kudengar pintu kamarku
terbuka dan detik berikutnya pintu kamar Bram diketuk Roni, “Bram..kau
sudah tidur?”, demikian ketuk Roni. Langsung saja Bram melepaskan
pelukannya dan menyuruhku bersembunyi di kamar mandi. Sempat menyambar
pakaian tidurku yang tergeletak di lantai aku langsung lari ke kamar
mandi dan mengunci dari luar. Sungguh hatiku berdebar dengan kerasnya
membayangkan apa jadinya jika aku ketahuan suamiku.
Bram dengan santai dan masih bertelanjang membuka pintu dan mengajak
Roni masuk, Roni sempat terkejut melihat Bram telanjang,”Sedang apa kamu
Bram” tanpa curiga dengan tempat tidur yang berantakan yang kalau
diperhatikan dari dekat ada cairan kenikmatanku. Bram hanya tersenyum
dan mengatakan,”Mau tau aja..” Dasar Roni dia langsung membicarakan
suatu hal pekerjaan dan mereka terlibat pembicaraan itu. Kurang lebih
sepuluh menit mereka berbicara dan sepuluh menit juga hatiku sungguh
berdebar-debar tapi anehnya dengan keadaan ini nafsuku sungguh semakin
menjadi-jadi. Setelah Roni keluar, Bram kembali mengunci pintu kamar dan
mengetuk kamar mandi perlahan,”Tyas buka pintunya..sudah aman”. Begitu
aku buka pintunya Bram langsung menarik aku dan mendudukanku di meja
dekat kamar mandi, langsung saja dibukanya kedua kakiku dan bless
penisnya kembali memenuhi vaginaku “Ahhh..ahh..” erangan kami berdua
kembali terdengar perlahan sambil terus menggoyangkan pantatnya maju
mundur Bram melahap buah dadaku dan putingku.
Sepuluh menit berlalu dan goyang Bram semakin cepat sehingga aku tahu
dia akan mencapai puncaknya, dan akupun merasakan hal yang sama “Braaam
lebih cepat sayang aku sudah hampir keluar..” desahku “Tahan sayang kita
bersamaan keluarnya”, dan benar saja saat kurasakan maninya menyembur
deras dalam vaginaku aku mengalami orgasme yang ketiga dan lebih hebat
dari yang pertama dan kedua, kami saling berpelukan erat dan menikmati
puncak gairah itu bersamaan. “Braaammm..,” desahku tertahan. “Ahhh
Tyas..kau hebat..” demikian katanya. Akhirnya kami saling berpelukan
lemas berdua, sungguh suatu pertempuran yang sangat melelahkan. Saat
kulirik jam ternyata sudah dua jam kami bergumul. “Terima kasih
Bram..kau hebat..” kataku dengan kecupan mesra dan langsung memakai
pakaian tidurku kembali dan kembali ke kamarku. Roni tidak curiga sama
sekali dan tetap berkutat dengan komputernya dan tidak menghiraukanku
yang langsung berbaring tanpa melepas pakaianku seperti biasanya karena
aku tahu ada bekas ciuman Bram di sekujur buah dadaku. Malam itu aku
merasa sangat bersalah pada Roni tapi di lain sisi aku merasa sangat
puas dan tidur dengan nyenyaknya.
Esoknya seperti biasa di hari Minggu aku dan Roni berenang di pagi hari
tetapi mengingat adanya Bram, kami yang biasanya berenang bertelanjang
akhirnya memutuskan memakai pakaian renag, aku syukuri karena hal ini
dapat menutupi buah dadaku yang masih memar karena gigitan Bram. Saat
kami berenang aku menyadari bahwa Bram sedang menatap kami dari
kamarnya. Dan saat Roni sedang asyik berenang kulihat Bram memanggilku
dengan tangannya dan yang membuat aku terkejut dia menunjukan penisnya
yang sudah mengacung besar dan tegang. Seperti di hipnotis aku nekat
berjalan ke dalam.”Ron aku mau ke dalam ambil makanan ya..!” kataku pada
Roni, dia hanya mengiyakan sambil terus berenang, Roni memang sangat
hobi berenang bisa 2 jam nonstop tanpa berhenti.
Aku dengan tergesa masuk ke dalam dan menuju kamar Bram. Di sana Bram
sudah menunggu dan tak sabar dia melucuti pakain renangku yang memang
hanya menggunakan tali sebagai pengikatnya. “Gila kamu Bram..bisa
ketahuan Roni lho,” protesku tanpa perlawanan karena aku sendiri sangat
bergairah oleh tantangan ini. dan dengan kasar dia menciumi punggungku
sambil meremas buah dadaku “Tapi kamu menikmatinya khan?!,” goda Bram
sambil mencium leher belakangku. Dan aku hanya mendesah menahan nikmat
dan tantangan ini. Yang lebih gila Bram menarikku ke jendela dan masih
dari belakang dia meremas-remas buah dadaku dan meciumi punggung hingga
pantatku, “Gila kau Bram, Roni bisa melihat kita,” tapi anehnya aku
tidak berontak sama sekali dan memperhatikan Roni yang benar-benar
sangat menikamti renangnya. Di kamar Bram pun aku sangat menikmati
sentuhan Bram. “Tyas kamu suka ini khan?” tanyanya sambil dengan keras
menusukan penisnya ke dalam vaginaku dari belakang. “AHH..Bram..”
teriakku kaget dan nikmat, sekarang aku berani bersuara lebih kencang
karena tahu Roni tidak akan mendengarnya. Langsung saja Bram memaju
mundurkan penisnya di vaginaku..”Ahh.. Bram lebih kencang..fuck me
Bram..puaskan aku Bram..penismu sungguh luar biasa..Bram aku sayang
kamu..” teriakku tak keruan dengan masih memperhatikan Roni.
Bram mengimbangi dengan gerakan yang liar hingga vaginaku terasa lebih
dalam lagi tersentuh penisnya dengan posisi ini,”Tyas..khhaau hhebat..”
desahnya sambil terus menekanku, kalau saja Roni melihat sejenak ke
kamar Bram maka dia akn sangat terkejut meilhat pemandangan ini,
istrinya sedang bercinta dengan rekan kerjanya. Ternyata kami memang
bisa saling mengimbangi, kali ini dalam waktu 20 menit kami sudah
mencapai puncak secara bersamaan “Teruuus Bram lebih khheeenncang..ahhhh
aku keluar Braaaaam”, teriaku. “Aaakuu juga Tyyaaasss..nikkkkmat
ssekali mmmeemeekmu..aahhhhh.” teriaknya bersamaan dengan puncak
kenikmatan yang datang bersamaan. Setelah itu aku langsung mencium
bibirnya dan kembali mengenakan pakaian renangku dan kembali berenang
bersama Roni yang tidak menyadari kejadian itu.
Setelah itu hari-hari berikutnya sungguh mendatangkan gairah baru dalam
hidupku dengan tantangan bercinta bersama Bram. Pernah suatu saat ketika
akhirnya Roni mau bercinta denganku di suatu malam hingga akhirnya dia
tertidur kelelahan, aku hendak mengambil susu di dapur dan karena sudah
larut malam aku nekat tidak mengenakan pakaian apapun. Saat aku
membungkuk di depan lemari es sekelebat ku lihat bayangan di belakangku
sebelum aku menyadari Bram sudah di belakangku dan langsung menubruku
dari belakang. Penisnya langsung menusuk vaginaku yang membuatku hanya
tersedak dan menahan nikmat tiba-tiba ini. Kami bergumul di lantai dapur
lalu dia mengambil kursi dan duduk di atasnya sambil memangku aku,
“Bram kamu nakal” desahku yang juga menikmatinya dan kami bercinta
hingga hampir pagi di dapur. Sungguh bersama Bram kudapatkan gairah
terpendamku selama ini.
Akhirnya ketika proyek kantor Roni selesai Bram harus pergi dari rumah
kami dan malam sebelum pergi aku dan Bram menyempatkan bercinta kembali.
=============================================================
Sopir Dan Nyonya
Kadang aku bingung memahami kehidupan ini. Dulu waktu di desa sebagai
bujang ngejar-ngejar wanita desa aja banyak yang menolak. Eh giliran
sekarang jadi sopir pribadi malah dapat rejeki nomplok. Bisa numpaki dan
ngeloni nyonya majikanku yang cuantiik buanget biar usianya sudah 35.
Badan masih bagus, singset, kulit kuning mulus. Hidung mancung dan di
bibirnya suka muncul bintik-bintik kayak keringat. Syeddapp. Dulu
sebelum numpaki nyonya aku sering curi-curi pandang
Demi melihat hidung dan bibirnya itu. Dia tahu, tapi cuek. Pura-pura
kali ya. Wanitakan suka ditatap penuh nafsu oleh laki-laki. Meskipun
oleh sopirnya kayak aku ini. Memang sih suka menampakkan tampang tidak
suka kayaknya sebal gitu lho, duluu kala, tapi aku nggak percaya kalau
dia sama sekali nggak senang dan tersanjung. Naluri wanitakan sama. Mau
babu, mau model iklan, kalau ada laki-laki yang memperhatikan berarti
dirinya masih dinilai cantik. Wanita kalau nggak ada yang memperhatikan
padahal sudah dandan habis-habisan bisa bete seharian deh. Merana.
Mikirin dirinya yang sudah tidak menarik lagi (meskipun hanya sopir tapi
saya pernah belajar psikologi wanita, dari buku yang kubaca di tukang
loak ketika sambil menunggu tuan belanja waktu itu. He… he…
Nyonyaku katanya eks primadona kampus. Tapi namanya manusia, biar mantan
primadona atau mantan pramuniaga kalau sudah digigit kesepian yang amat
sangat sekali dan sudah tak tertahankan ya harus mencari solusinya.
Boleh jadi orang disekitarnya bisa digoda pula. Ingat kasus nyonya muda
Pondok Indah yang beradu syahwat sama pembantunya yang sudah tua?
Awalnya suka membentak-bentak memarahi sang bapak pembantu rumah tangga
itu eh lama-lama malah suka dan ketagihan dihentak-hentak oleh si bapak
itu dalam gairah asmara yang ganjil.
Itulah dunia erotis, susah dicerna tetapi sebenarnya mudah diterima
dengan suatu sudut pandang yang polos. Jadi teorinya sederhana saja
sesungguhnya, bahwa yang namanya syahwat itu adalah suatu naluri dasar.
Naluri yang dibawa manusia sejak lahir ke dunia ini. Dia belum mengenal
adat, tata krama, hukum, dsb. Benar-benar murni. Setelah mulai menjadi
dewasa maka manusia menjadi milik lingkungannya. Harus peduli sama
lingkungan sosialnya. Padahalkan awalnya nafsu itu nggak ada kaitannya
dengan ideologi, sosial, ekonomi, politik, budaya dan hankam segala deh
(inget pelajaran SMP).
Nah lebih-lebih bila nafsunya itu ternyata memberi pengalaman kenikmatan
yang tiada tara yang tidak didapatkan dari pasangan resminya. Wah
tambah ketagihan deh. Lha yang awalnya diperkosa aja ada yang akhirnya
bisa menikmati, apalagi bagi yang didasari sama-sama butuh. Para pelaku
yang sudah pengalaman merasakan nikmatnya bersenggama pasti pusing deh
kalau lama nggak digauli lawan jenisnya.
Emang sumpah nggak kepikir di benakku kalau aku orang yang jelek dan
kampungan ini ternyata kebagian juga mendapat anugerah dalam bentuk
wanita cantik. Yaitu bisa menikmati seluruh lekuk tubuh dan khususnya
memek sang eks primadona yang wangi itu. Hehehe. Enak gila. Sudah gratis
eh malah dihadiahin lagi. Nggak usah maksa. Nggak usah merayu. Nggak
usah mikirin kasih makan. Nggak usah rebutan segala. Kebayang dulu
ketika beliau masih mahasiswi, wah pasti seru ajang kompetisinya. Kayak
AFI kali. Yang ngrebutin pastilah ada anak orang kaya, yang ganteng,
yang bonafid, yang playboy, yang aktivis, yang jagoan olah raga, dan
seterusnya. Tereliminasi semua bleh. Rugi mereka. Mending jadi sopir
kayak aku ini nggak usah modal kuliah segala. Hihihi.
Sebenarnya aku kadang suka melamun (melamun adalah satu-satunya harta
kekayaanku) mencari pemahaman mengenai keadaan ini. Siapa yang salah ya?
Tuanku yang terlalu sibuk cari duit demi menyenangkan hati nyonya, atau
nyonya yang nggak punya kesibukan (emang dari dulu dilarang tuan kerja
karena bisnis tuan masih berjalan dengan baik bahkan cenderung meningkat
pesat).
Sempet juga aku juga merasa kasihan sama tuanku kalau dia hanya mikirin
bisnisnya melulu. Cari duit banyak-banyak maunya demi kebahagiaan istri
eh malah istri jarang dinikmati alias banyak dianggurin aja. Tahu deh
kalau di luar suka jajan atau nyimpen WIL. Tetapi kalau sampai nyimpen
WIL segala apa ya maksimal pemakaiannya. Paling dipakainya pas lagi
refreshing, itupun kalau sempet. Bisnismen itu pasti lebih banyak sibuk
ke bisnisnya ketimbang ngurusin lain-lainnya. Gitu kali. Tapi yang
penting prinsipku: urusan atas adalah kewajiban tuanku (mulut yang
dikasih makan), urusan bawah (vegy yang dikasih semprotan) adalah
jatahku.
Adilkan? Menurut kaca mataku sih orang-orang sibuk kayak tuanku itu
mending memperistri babu. Kalau capek pasti dengan suka rela mau
mijitin. Nggak banyak protes. Siap mendengar keluh kesah setiap saat
tanpa berani menyela. Menurutku lhoo. Nah yang cantik-cantik kayak
nyonya dan mudah kesepian itu jodohnya ya laki-laki yang punya banyak
waktu luang untuk memperhatikan dan siap sedia setiap saat kalau
dibutuhkan. Misalnya sopir kayak aku ini. Huahahaha. Tapi masuk akalkan?
Gimana nggak masuk akal.
Orang seelite tuan pasti sudah biasa ketemu wanita kelas tinggi yang
cantik-cantik. Karena sudah biasa maka ya jadi biasa. Lha orang kayak
aku ini kan selalu melotot dan melongo melihat wanita-wanita sekelas
nyonya. Pasti bawaannya kagum dan kagum melulu. Melamun sepanjang hari
gimana bisa ngentot dengan wanita-wanita kelas ini. Sama halnya dengan
nyonya, bergaul sama laki-laki berkelas pasti sudah biasalah. Yang
jarang adalah bergaul dengan laki-laki kasar.
Pasti menimbulkan khayalan erotis untuk bersenggama dengan para lelaki
kasar, yang berotot, ngomong sembarangan, berpeluh kalau bekerja,
hidupnya cuma untuk hari ini, dan bla-bla. Pastilah menimbulkan empati
campur sensasi begitu. Hahaha.
Nah gara-gara sering diminta melayani nyonyaku yang hobi kesepian itu
aku dimanjain dengan hadiah-hadiah mahal. Kadang-kadang sih. Misal
dibeliin baju, sepatu, minyak wangi dan sebagainya yang bermerk.
Sekarang aku kenal baju merk Arrow, kata orang sih harganya ratusan
ribu. Tapi aku nggak berani pakai kalau lagi ada tuan, nanti ditanya kok
bisa beli baju mahal. Masak mau nggak makan setengah bulan demi beli
baju semahal itu. Kan bisa ketahuan, kasihan nyonya. Aku sih paling
dipecat. Lha kalau nyonya dicerai? Apa ya mau ikut aku jadi istri
keduaku. Pasti enggak mau. Memang lucu juga ya. Urusan perut sama bawah
perut bisa demikian jauhnya. Tapi nggak apa-apa. Mendingan begini.
Jauh lebih menguntungkan bagiku. Dikasih tapi nggak dituntut. Kayak
bintang sinetron yang dituduh memperkosa seorang cewek, disebarluaskan
di media massa. Coba kalau yang memperkosa cuma tukang ojek, preman,
kuli, atau sopir nggak bakalan diberita-beritain besar-besaran sama
korban. Nggak usah dituntut kawin cukup laporin polisi aja (atau malah
dipetieskan aja kasusnya). Lha, apa malah nggak enak. Kalau mau
dipenjara ya nggak masalah. Nggak punya apa-apa ini kecuali kolor.
Dibiarkan bebas ya lebih asyik bisa cari yang lebih ranum lagi. Enak
juga sebenarnya yah kaum ‘nothing to lose’ alias kaum yang cuma bermodal
nafas ini. Hehe.
Tiba-tiba lamunanku dibubarkan secara sepihak oleh nyonya.
“Rusmiin.. Hayo sore-sore gini sudah bejo (bengong jorok) ya. Kebeneran, sini masuk kamar, Dear”
Tugas sampingan sudah memanggil-manggil. Syeddaapp. Kebetulan kami dua
hari ini lagi nginep di villa keluarga di daerah puncak. Tuan seperti
biasa lagi urusan ke luar kota. Anak-anak nyonya pada mau ujian jadi
mereka harus belajar di rumah. Ibunya beralasan mau menengok villa-nya
dan kebun buah-buahannya. Berdua saja kami ini. Makanya nyonya berani
teriak-teriak semaunya ketika mau ngajak ML. Kulihat nyonya sudah pakai
daster tipis putih dan sedang duduk di pinggir ranjang. Kaki kanan
diangkat di bibir ranjang sementara yang kiri menyentuh lantai. Waduh
seksi sekali Yayangku ini.
“Wah sudah nggak sabaran yah Yang?”
“Iya tahu, mau cepetan dirudal ama penismu yang nggak kira-kira gedenya itu. Ayyoo cepetan sinnii. Jangan sok maless gitu aah..”
Aku emang kadang suka menggodanya dengan berlagak malas melayaninya. Kalau udah gitu kemanjaan nyonya suka muncul.
“Iya deh, mau apa dulu nih Say?”
“Jilatin seluruh tubuhku tanpa tersisa. Ini perintah..!”
Lalu dasternya telah merosot ke bawah secara kilat. Seperti biasa kalau
sudah siap tempur nyonyaku nggak pakai CD dan Bra. Sudah polos total.
Dia tengkurap. Aku mendekat. Kumulai jilatan dari ujung jari kaki.
“Ehm”
Belum apa-apa. Pelan-pelan sekali kujilat dan kuhisap jari-jarinya satu
per satu. Telapak kakinya. Betisnya yang berbulu agak jarang dan
panjang-panjang. Bikin naik darah.
“Emh..” Mulai ada reaksi. Pindah ke kaki satunya.
“Emh..” Lagi ketika tiba di betis.
Kuteruskan ke arah paha belakang. Permainan semacam ini memang perlu
kesabaran tersendiri. Di samping itu juga membantuku untuk tidak cepat
naik selain membantunya untuk mulai warming up duluan. Oh ya perlu
kuberitahu, sejak aku didayagunakan begini jadi rajin minum jamu kuat
kalau enggak wah bisa remuklah aku. Kuat banget dan tahan lama sih
nyonya mainnya.
“Ahh.. Hemhh..”
Begitu bunyi mulutnya ketika lidahku mulai mengusap pangkal pantatnya
(Mau enggak ya tuan disuruh begini ama nyonya? Mungkin inilah
kelebihanku mau apa aja. Biarin, gratis dan ueennakk ini. Hehehe.)
Kubikin lama dalam melulurin area x, kubikinnya libidonya memuncak lebih
cepat. Kupercepat sapuanku. Kuselingi dengan sodokan-sodokan memasuki
celahnya.
“Aauuhh.. Auuhh.. Auuhh.. Ruuss..”
Mulai kepanasan dia. Basah. Kuremas-kuremas pantatnya yang montok putih
mulus. Lalu kujulurkan tangan kananku menuju punggung. Kuusap sejenak
terus menukik melesak ke bawah, teteknyalah sekarang sasaran sentuhanku.
“Buussyyeet.. Ruuss.. Pentil.. Ooh.. Ya.. Yaa.. Pentilku diusap.. Ussaaph.. Ahh ”
Aku merambat naik dan kukangkangi dengan sedikit merapat. Tidak kontak
ketat. Gesekan-gesekan burungku yang masih dalam sangkar celana sengaja
kuarahkan ke pantatnya. Kujilati pinggang, punggung, pundak, leher,
belakang telinga.
Dan, “aahh balikk..” Nyonya membalikkan badannya.
Sebenarnya aku sudah enggak tahan mengulum bibirnya. Penisku sudah
demikian kencangnya. Tapi ya sabar dah. Belum ada perintah selain
menjilat sih. Kumulai menjilati leher depan, turun ke ketiak yang licin,
ke lengan, telapak tangan, jari, ke dada. Di sekitar itu aku
berlama-lama. Kuputari gunung kembarnya bergantian. Kiri-kanan.
Kiri-kanan. Diselingi mengisep pentilnya.
“Auh.. Auh.. Auhh.. Ah.. Ahh”, tangannya mulai menjambak rambutku dan
kadang ditekan-tekannya kepalaku agar teteknya mendapat kenikmatan
paripurna. Sesek napas juga sih kalau kelamaan. Kucek selangkangannya.
Woow, tambah basah. Kupegang tangan satunya lalu kuarahkan untuk mulai
mengusapi dan memencet rudalku. Menurut dia.
“Kulum, Dear” Dengan menjatuhkan berat badanku sementara kakinya sudah
mulai mengangkang, tangan kiriku keselipkan dibawah punggungnya, tangan
kananku memegang tetek kanannya, maka kuserbu bibirnya tanpa ampun.
Saling memilin lidah kami. Saling tumpah ludah kami. Sambil
kusodok-kusodokkan burungku yang masih tersimpan dalam sangkarnya tepat
di area tempiknya (memeknya). Gemes aku ingin memasukkan. Tapi ada
kenikmatan juga ketika menyodok namun terhambat.
Meskipun agak sakit juga. Sensasi begini kadang lebih mengasyikkan
ketimbang main masuk langsung. Terus kukulum, kuhisap, kujilat, ambil
napas, lalu serbu lagi. Seperempat jam kami beradu mulut dan bibir.
Setelah mengambil nafas sebentar kukulum hidung bangirnya. Kujilati. Aku
hobi juga mengulum dan menjilati hidung-hidung yang mancung begini.
Kadang kumasukkan (tentu saja tidak masuk, bego) lidahku ke
lobang-lobangnya. Kakinya yang kanan mulai membelit, menumpangi kaki
kiriku.
“Lepass baaju dann celanamuu..”
Kulepaskan ikatan ragawi kami. Turun dari ranjang untuk menelanjangi
diriku. Polos. Kunaiki ranjang lagi. Kutempelkan penisku mengarah ke
bawah memeknya sehingga dalam posisi masih bebas di luar liangnya.
Kutindih lagi. Kunikmati setiap inchi tubuh halus mulusnya melalui
kontak tubuh kami yang penuh. Kalau bisa tidak ada yang lolos.
Kulanjutkan dengan adu ciuman. Kujilati dagunya, pipinya, kukulum
kupingnya. Mendongak-dongak dia. Desahnya semakin kacau. Jepitan kakinya
sudah dua sekarang. Tiba-tiba tangannya merogoh burungku.
Ditekan-tekannya ke arah bibir liang.
Lalu, “slep..” Masuklah burungku. Kubiarkan berdiam diri dulu. Aku masih
menikmati kontak total begini sambil menggeliat-geliat. Kuingin
menikmati tekanan tetek-teteknya di dadaku lebih lama. Kuingin menikmati
gesekan-gesekan antar paha, gesekan-gesekan antar perut,
gesekan-gesekan antar kulit. Kupejamkan mataku agar indera sentuhku
bekerja dengan sempurna dalam memberikan sarafku kenikmatan sebuah
persetubuhan.
“Sooddook..” Tanpa rela kumelepaskan belitanku mulai kupompa memeknya
dengan melengkung-lengkunkan pinggulku. Tangan kiriku menyusup di bawah
punggungnya menggapai pinggir luar tetek kanannya, tangan kananku
menyusup ke bawah menjangkau ujung memek belahan belakang.
Kujawil-jawil. Kaki-kakinya merangkul kaki-kakiku semakin erat. Digoyang
naik turun pantatnya seirama dengan maju mundurnya sodokanku.
Nafas-nafas kami dalam dan berat dalam mendukung kerja persetubuhan.
Erangan-erangannya meningkahi sodokanku yang kubikin dalam-dalam.
Sedalam mungkin. Suara kecipak cairan memeknya mengiringi maju mundurnya
penisku yang memenuhi liang memeknya. Penuh. Diameter rudalku tak
menyisakan sela. Padat dan kesat. Itulah mengapa nyonyaku jadi
keranjingan.
“Cepetin.. Cepetin.. Nyoddookknyaa.. Aah.. Ahh..”
Aku terus menghujaminya bagaikan antan penumbuk padi yang terus
bertalu-talu berirama konstan. Kuingin melesak lebih dalam lagi. Lebih
jauh lagi. Urat-urat rudalku pasti sebesar-besar kabel listrik kalau
bisa dilihat.
“Edaann.. Teruss.. Banggsaatt.. Jembbuut.. Konttoll.. Aahh.. Aahh.. Aahh.. Ayoo.. Genjott.. Teruss.. Teruss ”
Kejorokan nyonyaku sudah tidak asing lagi di telingaku ketika
persenggamaan sedang mendaki puncak. Akan menambah daya hentak dan
meluapkan sensasi-sensasi paling primitif sang nafsu yang dimiliki
makhluk hidup. Dengan cepat dan kasar kubalikkan tubuhnya tengkurap lalu
buru-buru kusodokkan lagi rudalku ke memeknya melalui belakang. Kubelit
lagi dirinya. Kususupkan kembali kedua tanganku menjangkau
tetek-teteknya secara menyilang. Kuremas-kuremas dengan kasar.
Kususupkan kepalaku di samping lehernya. Kuendus dan kuhisap leher
jenjangnya yang wanginya telah pudar karena leleran keringat.
“Plak.. Plok.. Plak.. Plok..” bunyi pantatnya beradu dengan
selangkanganku. Kurangsak. Klitorisnya lebih mudah kugasaki dari
belakang. Kupercepat tonjokan-tonjokan ke klitorisnya. Semakin menggila
dia. “Bajingann.. Sopirr.. Dassarr.. Teruss.. Yah.. Yah.. Bangsat..
Kamuu.. Adduh.. Ennakk.. Uahh.. Uahh.. Auhh.. Ahh.. Eaarghh.. Mmpphh..
Ooh..”
Semakin cepat kedut-kedutan memeknya memijiti rudalku. Dan, “aahh.. Hh..
Aku keluaarhh.. Russ.” Mengejang dia dan terangkat pantatnya kuat-kuat.
Namun masih saja kugasaki sampai beberapa detik akhirnya menyemburlah
pancaran magma dari rudalku.
“Jrrott.. Jroott.. Crrott ” Liangnya kupenuhi dengan semburan-semburan
maniku. Lemas. Masih kutumpangi dia. Tersengal-sengal nafas kami.
Kugesek-kegesekin hidungku ke lehernya.
****
Awal bagaimana akhirnya kami memadu asmara begini yaitu ketika setelah
mengantar anak-anaknya sekolah. Ketika berangkat mengantar anak-anaknya
sekolah nyonya duduk sama yang kecil di belakang. Yang gede di depan di
sampingku. Mereka kelas 5 dan kelas 2. Cewek semua. Pada jalan pulang
nyonya duduk di depan. Dia memintaku untuk tidak langsung pulang.
Dimintanya aku masuk tol dalam kota. Kami berputar-putar beberapa kali.
Rupanya sudah agak lama dia sebenarnya ingin curhat. Berhubung nyonyaku
membatasi pergaulannya sejak menikah demi suaminya, maka pergaulannya
jadi amat terbatas. Sebatas keluarga dan para pembantu-pembantunya,
termasuk aku sebagai sopirnya. Sehingga ketika nggak tahan untuk
bercurhat maka akulah yang tersedia untuk menjadi sasaran tumpahan
emosinya. Lebih mudah dan lebih terjaga kerahasiaannya karena dilakukan
di luar rumah, sambil keliling-keliling seperti sekarang ini. Rupanya
jatah dari tuan baik dalam bentuk perhatian maupun keintiman dirasanya
kurang. Nyonya memaklumi kesibukan tuan, namun sebagai wanita yang masih
kuat kebutuhan emosi dan biologisnya menuntut jatah yang normal
ketimbang cuma sebulan sekali atau paling banter 2 kali. Tidak terus
terang sih ngomongnya, tapi diserempetin.
“Kamu sama isterimu berapa kali dalam sebulan berkasih-kasihan, Rus?”
“Seminggu sekali atau ya bisa dua tiga kali, Nya.”
“Wah bahagia sekali dong isterimu ya.”
“Ya namanya kewajiban suami untuk membahagiakan isteri mau gimana lagi.”
Lalu diam seperti melamun. Waktu aku mau oper gigi persneling rupanya
tanpa sengaja tanganku menyinggung pahanya. Baru kusadari rupanya nyonya
duduknya agak mepet ke tongkat persneling. Aku minta maaf. Nyonya diam
saja. Seerr juga aku sebenarnya. Tapi aku mana berani memikirkan
kejadian barusan. Entah ini sudah putaran yang ke berapa tapi nyonya
masih minta diputerin lagi. Kalau ada yang tahu berapa kali kami muterin
Jakarta pasti mikir ini orang mau jalan-jalan tapi maunya irit ya.
Sekali bayar tol tapi puas muter-muter. Ketika mau pindah gigi lagi aku
sebenarnya sudah agak sungkan-sungkan tapi harus kulakukan karena aku
sudah mengurangi kecepatan.
Semoga sudah geser duduknya. Eh lhadalah, kesenggol lagi. Busyet ini
nyonya kayak nggak peduli atau sengaja. Sempet kurasakan tadi kalau yang
kesenggol bukan kain, lebih halus dari itu, pura-pura nengok spion
sebelah kiri maka dengan sudut mataku kucoba cari info apa yang
sebenarnya kusenggol tadi apakah benar kulit manusia. Nyonyaku ikut
nengok melihat spion kiri. Kesempatan dalam waktu sedetik kulihat ke
lokasi persenggolan tadi.
Benar. Deg. Ternyata pahanya yang kesenggol tadi. Wah rok nyonya kok
telah tersingkap. Sadar nggak ya dia. Kubiarkan. Ternyata rok yang
dipakai ada belahan tinggi di sisi kanan, dan kini belahannya ternyata
telah menyibakkannya diri sedemikian rupa sampai.. Pangkalnya. Deg. Deg.
Wah. Eh secepat kilat nyonya membalikkan kepalanya ke arahku dan ada
senyum tipis. Matanya menatapku tanpa sepatah katapun. Terus kembali
lurus menatap jalan di depan.
“Nggak apa-apa kok” Modar kowe. Meriang panas dingin sekarang hawa tubuh
yang kurasakan. Sebagai lelaki bangkitlah keberanianku mencandainya.
“Nggak apa-apa gimana, Nya?”
“Nyenggol-nyenggolnya tadi itu.”
“Maaf gak sengaja, Nya.”
“Sengaja juga nggak apa-apa.”
“Ah nyonya, mana berani.”
“Lho, inikan dikasih ijin. O enggak mau ya sama aku? Ya sudah kalo gitu”
“Wadduh Nya, mana ada lelaki yang sebodoh itu. Nyonya itu cantik banget. Saya minder di dekat nyonya, sungguh.”
“Ah masak sih.”
Tiba-tiba tangan kiriku diraihnya dan disentuhkan ke pahanya. Yang
kesenggol tadi, ingat? Ehhm, kutatapnya dia. Saya balasannya. Mulai
berani kugerakkan tangan kiriku yang beruntung itu, lebih menyerupai
mengelus. Nyonyaku mulai bersandar. Agak dimajukan duduknya sehingga
pahanya semakin mudah kujangkau. Coba kutelusuri menuju pangkal. Merem
dia. Agak ke dalam lagi. Lalu sampai pangkal.
“Ah.” Lenguhan pendeknya keluar. Kuusap-usapnya pangkal pahanya, tempat
sang memek bersemayam. Mendesah dia. Tiba-tiba tangan kanannya menerobos
ke pangkalanku juga.
“Oh, gede punyamu, Min.”
“Bagilah dirimu denganku selain istrimu, maukan Rus?”
Aku diam. Semua ini terjadi mendadak. Lalu aku nafsu dan mengangguk. Dan
kami terus saling mengusap sampai bocor bersama. Sebenarnya sejak
kejadian itu dia menyatakan menyesal karena telah berbuat sejauh itu
yang tidak terbayangkan sebelumnya. Dia berjanji untuk tidak
mengulanginya karena akan menyakiti hati suaminya dan isteriku kalau
ketahuan nanti. Aku setuju. Tapi waktu jua yang akhirnya mengalahkan
kami sesuai kodrat alam yang minta dipenuhi.
Akhirnya kami mengulanginya dan mengulanginya lagi sampai akhirnya
benar-benar alat vital kami beradu. Pernah aku sarankan untuk mencari
gigolo-gigolo saja yang tampan dan keren daripada aku yang hanya bagian
dari kumpulan manusia kasar, jelek dan rendah. Dia hanya menggeleng.
Mungkin dia ingin kerahasiaannya lebih terjaga kalau berhubungan dengan
satu orang saja. Orang terdekatnya. Apakah demi status sosialnya atau
martabatnya atau nama baiknya. Entahlah. Atau takut menjurus ke arah
kecanduan, cenderung ingin mencoba-coba berbagai jenis pria. Entahlah.
Atau memang sudah tercukupi kebutuhannya.
Entahlah. Atau memang bagian dari fantasinya, mencoba ekstrimitas,
menikmati dunia-dunia kasar. Entahlah juga. Kalau aku jelas, sulit
menghindari daya pikat wanita dari kelas yang jauh di atasku dan
memiliki kecantikan yang bagaikan putri dari langit. Lalu kapan lagi.
Hehe…
SEKIAN DAN TERIMAKASIH



Tidak ada komentar:
Posting Komentar