Tim arkeolog Masyarakat Arkeologi Indonesia
(MARI) tengah meneliti batu tulis bertatahkan gambar naga di Desa
Jabranti, Kuningan, Jawa Barat. "Batu ini mungkin satu-satunya
peninggalan berwujud naga di Jawa Barat," kata Arkeolog dari Universitas
Indonesia, Ali Akbar, saat dihubungi melalui telepon, 15 Maret 2013.
Batu
tulis ini terletak di puncak Gunung Tilu, Dusun Banjaran, Desa
Jabranti, Kecamatan Karangkencana, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Penduduk sekitar telah lama mengetahui keberadaan batu ini, tapi tidak
merasa berkepentingan untuk menilik keadaan situs yang terletak di
perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah ini. Situs ini hanya rutin
dikunjungi oleh orang-orang yang bertapa maupun ngalap berkah, mencari
pesugihan.
Batu tegak yang berpahat gambar naga tersebut
diperkirakan merupakan peninggalan zaman prasejarah. Menurut Ali, batu
tegak yang berasal dari batu utuh, sesuai batu aslinya tanpa dibentuk
adalah ciri umum peninggalan prasejarah. Tapi, pahatan gambar dalam
batu, apalagi bergambar naga, bukan merupakan ciri khas masyarakat
prasejarah.
Jadi, dari masa apakah peninggalan ini berasal?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut Ali Akbar mempunyai sebuah dugaan.
"Ada kemungkinan relief itu dipahat belakangan," kata dia. Susunan batu
diperkirakan memang berasal dari masa prasejarah, pada periode tahun 500
SM. Belakangan, ukirannya dibuat oleh manusia dari masa yang berbeda.
Ukiran naga diduga berasal dari masa Sunda Kuno di sekitar abad 14-15
masehi.
Peninggalan ini terdiri atas dua batu besar yang tersusun
seperti gerbang, menyambut orang yang datang dari arah selatan.
Menjelang dan setelah melewati "gerbang' ini, terdapat banyak batu besar
berserakan. Kemungkinan besar terdapat pola tertentu pada susunan
batu-batu ini. Sayang, pengamatan belum dapat dilakukan karena kondisi
situs tertutup tumbuhan hutan.
"Ada batu bergores yang goresannya
membentuk gambar-gambar yang bagus," kata Ali. Saat diperhatikan,
gambar tersebut menyerupai bentuk naga. Ali menduga gambar tersebut
adalah naga karena digambar setengah badan dan mempunyai jambul di
kepala seperti layaknya naga.
"Naga
yang terpahat ini sesuai dengan gambaran naga dalam budaya timur karena
berwujud ceria," kata dia. Ali Akbar menjelaskan, ada dua macam bentuk
naga yang dikenal dalam kebudayaan. Dalam kebudayaan timur, naga adalah
lambang kebaikan, sedangkan dalam kebudayaan barat, naga adalah lambang
kejahatan yang bengis dan jahat.
Jika gambar itu benar gambar
naga, maka batu tulis ini adalah peninggalan pertama berbentuk naga yang
ditemukan di Jawa Barat. Berbeda dengan daerah Jawa Timur yang kental
pengaruh Hindu, bentuk naga tak pernah dikenal di daerah Jawa Barat.
Naga
juga tidak dikenal dalam kebudayaan Sunda kuno. "Budaya Sunda lebih
mengenal ular besar sebagai lambang kesuburan dan pembawa berkah," kata
Ali. Gambar tersebut dapat juga dilihat sebagai ular besar yang
bermahkota, sebab tak ada gambar kaki seperti yang biasa ditemukan pada
perwujudan naga.
Pada
salah satu batu juga terukir sosok manusia yang berambut gundul. Orang
itu memegang ekor naga sambil menyandang senjata. Bentuk senjata
tersebut serupa dengan motif yang ditemukan di Candi Sukuh, Jawa Tengah.
Ciri ini memperkuat dugaan mengenai umur relief, yang diduga diukir
pada masa SUnda Kuno, dimana Majapahit masih berjaya.
Satu sisi batu
ini diukir dengan gambar segitiga yang diduga perlambang gunung dan atap
rumah. Dua orang digambarkan bercocok tanam, dengan pahatan yang lebih
tipis dibanding sebelumnya. "Segitiga ini juga bisa dipakai untuk
menggambarkan gunung yang meletus," kata dia.
Menurut penduduk
setempat, di tempat setinggi 1300 meter di atas permukaan laut ini juga
pernah ditemukan gentong gerabah yang terkubur di dalam tanah. Sayangnya
keberadaan temuan itu kini tidak diketahui.
Mengacu pada
letaknya di ketinggian, Ali Akbar menduga bahwa pada masa megalitikum
tempat ini digunakan untuk tempat pemujaan arwah leluhur. Pada masa
Sunda kuno, tempat ini berubah menjadi tempat para resi dan pendeta
menyepi dan melepaskan diri dari agama Hindu dan Budha yang merupakan
dua agama utama pada masa itu.
Dia menjelaskan bawah perjalanan
menuju lokasi batu tulis itu tidak mudah. Butuh waktu berkendara selama
enam jam dari Jakarta hingga tiba di Kuningan. Dari Kuningan, rombongan
menuju Desa Banjaran, pemukiman terakhir di kaki gunung. Dari Desa
Banjaran, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki selama tiga hingga
lima jam melewati hutan dengan vegetasi lebat. "Banyak semak berduri
dan pacet, tidak ada jalan," kata Ali.
Ekspedisi Naga Jabranti ini bermula dari laporan masyarakat di website MARI,
organisasi yang bertujuan membumikan arkeologi kepada masyarakat luas.
"Arkeolog harus curiga jika ada laporan masyarakat mengenai batu tulis
atau benda keramat, karena kemungkinan itu adalah peninggalan
arkeologi," kata Ali Akbar.
Penelitian masih akan dilanjutkan
untuk menyingkap misteri seputar keberadaan batu ini. Tim arkeolog telah
mengambil sampel tanah untuk diteliti di laboratorium. Selanjutnya,
eskavasi akan dilakukan untuk melihat apa lagi yang dapat ditemukan di
dalam tanah. Arkeolog juga berencana membuat cetakan batu sesuai bentuk
aslinya agar peninggalan ini bisa dinikmati masyarakat luas. "Sebab
lokasi aslinya sulit dicapai dan rawan longsor sehingga sulit dicapai,"
kata Ali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar